Proyek UN-Habitat di Bandung dan Surabaya jadi Referensi di Sidang PBB
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Proyek kolaborasi antara UN-Habitat dengan Pemerintah Inggris yang dilaksanakan di Bandung dan Surabaya dinilai sebagai contoh kolaborasi yang baik dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, meningkatkan kemakmuran, dan mengatasi kemiskinan di perkotaan. Hal itu mengemuka di forum sidang Executive Board UN-Habitat yang berlangsung di Nairobi, Kenya pada tanggal 7-8 April 2021.
Proyek kolaborasi tersebut dilaksanakan dalam kerangka Global Future Cities Program. Surabaya dan Bandung telah menjadi tuan rumah kerja sama teknik dengan UN-Habitat dalam tema yang berbeda. Proyek yang dilaksanakan di Surabaya berkaitan dengan penataan wilayah Putat Jaya dan kesiapsiagaan menghadapi risiko gempa bumi, sementara proyek di Bandung berkaitan dengan penataan transportasi umum.
“Indonesia menyambut baik pelaksanaan Global Future Cities Program di Bandung dan Surabaya. Semoga keberhasilan proyek ini dapat menjadi best practices di kota-kota lainya di dunia,” kata Dubes RI Nairobi, M Hery Saripudin melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Minggu (11/4/2021).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif UN-Habitat, Maimunah Mohd Sharif mendorong agar lebih banyak kota di Indonesia yang terlibat dalam proyek UN-Habitat.
Sidang yang berlangsung secara virtual tersebut menjadi penutup keanggotaan Indonesia pada Executive Board (EB) UN-Habitat, setelah menjalankan tugas selama dua tahun.
“Indonesia terpilih sebagai salah satu dari 36 anggota EB UN-Habitat setelah disepakati oleh seluruh negara anggota UN-Habitat dalam sidang UN-Habitat Assembly tahun 2019 lalu”, terang Dubes Hery, dikutip dari asiatoday.id.
Masa jabatan anggota Executive Board adalah 4 tahun, namun saat pemilihan tahun 2019 disepakati bahwa Indonesia dan Bahrain akan berbagi masa keanggotaan selama masing-masing dua tahun.
Selama 2 tahun masa keanggotaan di Executive Board, Indonesia telah turut mengawasi kinerja serta mengawal perencanaan dan implementasi kegiatan dan anggaran UN-Habitat. Selain itu, dalam situasi yang sulit, Indonesia mencoba hadir memberikan jalan tengah untuk kepentingan bersama.
Dalam sidang Executive Board pertama tahun 2020 misalnya, ketika UN-Habitat kesulitan mengisi sebuah pos pendanaan, Indonesia mendorong negara-negara anggota untuk memplot pos pendanaan. Hal ini dikenal dengan istilah soft earmarking.