Peta Kecurangan Pemilu dan Efek Negatif
KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Jagad maya baru-baru ini dihebohkan dengan surat suara tercoblos di Malaysia. Kejadian pencoblosan surat suara yang terjadi di negeri Jiran menjadi bukti betapa kecurangan masif sudah terjadi. Video yang viral menjadi bukti kalau kecurangan bukan pepesan kosong.
Kasus tersebut menghentakan publik, sehingga kepercayaan terhadap penyelengara mengalami erosi. Bawaslu selaku pengawas pemilu telah menyimpulkan kalau hal tersebut bukan hoax.
Larut dalam kecurangan, tentu saja akan melahirkan instabilitas. Jadi sebaiknya pola kecurangan yang terjadi diantisipasi sedini mungkin. Sehingga legitimasi Pemilu tidak cacat bawaan dan kasus di Malaysia tidak menular di Dapil lain.
Biasanya, kecurangan terjadi di wilayah-wilayah terpencil yang jauh dari akses informasi dan pengawasan partisipatif masyarakat. Namun kali ini kecurangan terjadi negara tetangga (Malaysia). Sehingga kejadian ini bukan saja mengagetkan masyarakat Indonesia, tapi warga seluruh di dunia.
Bila dari Pemilu ke Pemilu, kecurangan yang terungkap biasanya di Wilayah terpencil misalnya di Papua, Sulawesi dan berbagai wilayah lainnya, namun kali ini justru dilakukan di luar NKRI.
Media terkemukan paman sam (USA) New York Time bahkan mengulas khusus terkait kecurangan tersebut. Ini artinya kecurangan itu sudah menyedot masyarakat internasional.
Tragedi Malaysia, setidaknya akan melahirkan pernyataan di benak publik, mengapa dilakukan di negeri jiran? Dan apa efek negatif yang muncul?
Para sutradara dan aktor merelokasi tempat kecurangan ke luar NKRI dengan asumsi Warga Negara Indonesia yang bermukim di negeri jiran, akan acuh tak acuh dengan Pemilu. Sehingga pengawasan masyarakat tidak ketat karena para pemilih sibuk bekerja.
Namun prediksi ini gagal, karena justru tempat kejadian perkara justru digrebek dan dibongkar oleh masyarakat dan hal ini juga membuktikan bila kesadaran politik masyarakat makin baik untuk mengawasi pemilu.
Berbagai modus kecurangan baik yang dilakukan oleh politisi maupun penyelenggara bila terendus dipermukaan tentu saja akan melahirkan efek negatif bagi kualitas pemilu.
Kecurangan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja tergantung niat dan kesempatan karena kecurangan lahir tidak secara alamiah pasti ada sutra dara dan aktor aktor dilapangan.
Dan setiap kecurangan pemilu akan melahirkan beberapa hal negatif. Berikut penulis merangkumnya:
Siapapun aktor kecurangan pemilu bila terungkap tentu saja akan melemahkan legitimasi pemilu. Kepercayaan publik akan terkikis terhadap hasil pemilu publik tidak akan puas menerima hasil pemilu karena prosesnya sudah cacat bawaan.
Pemilu bila legitmasinya bermasalah pemimpin yang terpilih selalu dicurigai sebagai “produk” kecurangan sehingga bobot kepemimpinan mengalami erosi.
2. Melahirkan Instabilitas
Kecurangan Pemilu, bila tidak diamputasi secara dini dan penyelesaiannya tidak transparan, bisa menimbulkan gejolak sosial yang akan menjurus pada konflik politik jangka panjang.
Berbagai bentuk protes masyarakat yang dirugikan akan bermunculan dalam berbagai rupa baik demonstrasi maupun “sabotase” sosial lainnya. Sehingga akan “menggores” stabilitas politik dan keamanan.
Penyelenggara akan “memanen” delegetimasi bila kecurangan terjadi. Karena hal ini juga menunjukkan lembaga penyelenggara terpapar oleh “virus” kecurangan.
Publik akan curiga kalau kecurangan yang terjadi akibat kolaborasi taktis dilapangan antara politisi curang bersama penyelenggara.
Ulasan penulis di atas setidaknya bisa menjadi “amunisi” bagi masyarakat untuk mengawasi pemilu yang pelaksanaanya tinggal dalam hitungan hari.
Pemilu berkualitas akan terwujud bila pengawasan yang berkualitas juga dilakukan oleh masyarakat karena menyerahkan sepenuhnya kepada penyelenggara sama dengan memberi sinyal kecurangan pada oknum penyelenggara yang sudah terpapar oleh godaan manis politisi. Semoga pemilu tanggal 17 April berjalan tanpa cacat bawaan.