Aniaya Yunior Hingga Tewas, Dua Polisi Polda Sultra Divonis PTDH
KENDARI, LENTERASULTRA.COM-Karir Bripda Zulfikar dan Bripda Fislan di Kepolisian Negara Republik Indonesia terancam. Itu setelah dua anggota Direktorat Sabhara Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) ini dinyatakan bersalah dalam sidang kode etik. Zulfikar dan Fislan terbukti menganiaya yuniornya, Bripda Muhammad Faturrahman Ismail hingga tewas.Akibat perbuatan yang tidak profesional dan mencoreng citra institusi Polri, dua personil polisi ini dijatuhi hukuman berupa Rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
“Sesuai fakta-fakta di persidangan, baik itu keterangan para saksi, kedua terduga pelanggar, maupun barang bukti berupa hasil visum, dengan menjunjung tinggi rasa keadilan, dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Komisi Sidang Etik memutuskan menjatuhkan hukuman etik berupa rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap kedua terduga pelanggar,” kata AKBP Agoeng Adi Koerniawan, ketua komisi sidang etik, Polda Sultra saat membacakan putusannya, usai bersidang selama tujuh jam, mulai pukul 10.00 wita sampai pukul 17.00 wita, di ruang sidang bidang Propam Kamis (25/10).
Menurut Agoeng, rekomendasi PTDH dikeluarkan komisi kode etik disebabkan karena perbuatan kedua pelanggar dilakukan secara sadar dan sengaja sehingga telah mencoreng citra kepolisian.
Selain itu, perbuatan kedua pelanggar telah terekspos di media cetak, elektronik, maupun media sosial. Serta perkara dugaan tindak pidana penganiayaan yang berujung kematian yang dilakukan Bripda Zulfikar dan Bripda Fislan, yang ditangani Ditreskrimmum Polda Sultra telah dinyatakan P-21 atau lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan.
Sidang kode etik dua personil Ditsabhara Polda Sultra ini turut disaksikan keluarga korban, leting, senior, Danton serta istri dari pelaku Bripda Zulfikar. Dalam sidang tersebut, kedua oknum polisi ini mengakui telah melakukan penganiayaan dan tindak kekerasan namun mereka tidak memiliki niat untuk melakukan pembunuhan hingga berujung dengan hilangnya nyawa Bripda Muhammad Faturrahman.
Mengenai motif penganiayaan didasari rasa cemburu Bripda Zulfikar, karen istrinya pernah jalan dengan yuniornya Bripda Faturahman. Hal ini di akui oleh istri Zulfikar, namun istrinya mengaku bahwa antara korban dan dirinya tidak memiliki hubungan khusus.
Putusan PTDH yang dijatuhkan komisi etik ini tidak diterima Bripda Zulfikar dan Bripda Fislan. Setelah mendengar putusan tersebut dan berkonsultasi dengan pendampingnya, kedua polisi ini menyatakan banding. “Sejak dibacakannya putusan ini, mereka mempunyai waktu 14 hari untuk mengajukan banding,” ucap Agoeng.
Upaya banding ini lanjut Agoeng akan dikoordinir oleh Bidang Hukum Polda Sultra. Selain itu, Kapolda Sultra juga akan mengambil keputusan, apakah menguatkan putusan Komisi Sidang Etik atau mengurangi sebagian atau membatalkan semua putusan yang diambil komisi sidang etik. (Hikmah/Pebry)