Pudarnya Pesona Pantai Lakeba Baubau

1,448
Sampah yang berserakan di Pantai Lakeba. Foto: Suhardiyanto.

BAUBAU, LENTERASULTRA.COM – Liburan keluarga akhir pekan ini direncanakan berbeda. Temanya tentang laut. Kami ingin suasana baru dan ekslusif. Pantai Nirwana, sudah biasa. Pantai itu sudah menjadi pilihan jamak warga kota Baubau dalam menghabiskan week end.

Pantai yang indah namun sepi, begitu rencana kami. Setelah dirembuk bersama, keputusan jatuh pada Pantai Lakeba. Sudah lama juga saya tidak mengunjungi pantai itu sejak beberapa tahun yang lalu. Bagaimana keadaanya sekarang?

Minggu pagi (16/12/202), saya, istri, dan anak-anak menyiapkan bekal sekadarnya. Kudapan, tumbler, dan baju ganti, sudah tersimpan dalam tas dengan rapi. Mengendari motor Supra tua, kami menuju Pantai Lakeba dengan penasaran yang membuncah.

Dahulu, pantai Lakeba menjadi primadona dan pilihan berlibur di akhir pekan. Masyarakat kota Baubau dan kabupaten sekitarnya berbondong-bondong menikmati pasir putih, panorama laut, serta sejuknya semilir angin yang berembus, mengecup nyiur kelapa yang meliuk melambai di pantai itu.

“Wiiiih…Abi ada pesawat,” seru Uwais, anak saya, ketika burung besi melintas rendah tepat di atas pohon kelapa.

Pantai Lakeba memang lokasinya mudah dijangkau. Terletak di jalan poros Lakeba, Kelurahan Sulaa. Sekira satu kilometer dari bandara Betoambari Kota Baubau. Tak heran, dari pantai itu, lalu lalang pesawat bisa dilihat dalam jarak yang begitu dekat. Ini juga yang menjadi kelebihan Lakeba dari pantai lainnya. Letaknya sangat dekat dari pusat kota. Kondisi jalan aspal yang mulus, memudahkan kendaraan roda dua dan empat, bisa menjangkaunya dalam tempo 15 – 20 menit.

Namun Pantai Lakeba hari ini bak pudar pesona. Tak terawat. Sampah berserakan di mana-mana. Ini kesan yang menyeruak ketika kami tiba di pantai tersebut. Beberapa kali saya harus mengingatkan anak-anak saya agar hati-hati melintas di atas pasir. Beberapa pecahan kaca saya temukan. Saya amankan agar tidak terinjak pengunjung. Tak sedikit ranting bahkan batang kayu tergelebar di sana sini.

Belum lagi semak belukar yang merambat liar. Membuat lorong masuk ke pantai makin sempit, dipepet tumbuhan yang menjorok-jorok ke jalan. Saya sempat nyasar beberapa meter karena tak mengenal lagi jalan masuk lokasi. Maklum, tak ada plank nama. Saya sarankan Anda agar berhati-hati ketika memasuki lorong pantai, karena kondisi ruas jalan tidak rata dan berbatu.

Semak itu juga menutupi sebagian lapangan pasir di tepi pantai. Tempat ini dahulu disesaki pengunjung, terkhusus anak-anak yang karib bermain, berkejar-kejaran, atau bertanding sepak bola. Sekarang, kondisinya kosong melompong. Hanya beberapa ekor anjing yang tampak riang berkejar-kejaran. Padahal saya datang di hari Minggu, yang di tahun 90-an menjadi hari paling ramai di pantai ini. Berbanding terbalik dengan pantai “tetangga” (Nirwana), yang makin tahun, pengunjungnya kian membludak. Fasilitasnya semakin memadai.

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

Pantai Lakeba seperti kehilangan kemolekannya. Tergilas oleh beberapa tempat wisata yang muncul di sekitarnya. Seperti Langit Biru, Restoran Lakeba, atau Sunset Caffe and Resto yang menawarkan paket komplit, view pantai, penginapan, tempat nongkrong, pojok foto, dan kuliner yang lengkap.

Kami hanya sebentar saja di pantai ini. Saya mengajak anak – anak bermain pasir, melihat kerang, dan bintang laut. Kami tidak mandi karena air laut sedang surut. Setelah itu, kami memamah sejenak kudapan yang dibawa dari rumah. Tak usah bayangkan tempat belanja makanan ringan di tempat wisata ini. Karena tidak ada.

Di sepanjang pantai, saya melihat pengunjung tak lebih dari jumlah jemari. Seorang kakek yang tak ingin disebutkan namanya, saya jumpai sedang menenteng karung putih. Ia tidak sedang berlibur atau menikmati pantai Lakeba. Ia dan istrinya datang untuk mengumpulkan potongan koral dan kerang-kerang yang berserakan di atas pasir putih.

“Ini saya ambil untuk saya bawa pulang ke rumah. Untuk saya taruh di taman rumah,” jelasnya sembari menangkup kerang-kerang ke dalam karung.

Tak sampai satu jam, kami memutuskan pulang. Tak ada hal menarik yang bisa dilakukan di pantai Lakeba.

“Abi, kenapa kita datang di tempat ini. Jeleknya pantainya e,” sungut Husain, anak sulung saya.

Keluhan Husain tak bisa saya mungkiri. Ini jujur adanya. Pantai Lakeba yang ketika kanak dulu sering saya rengekkan sebagai tujuan berlibur, kini miris adanya.

Saya memacu kuda besi meninggalkan pantai yang penuh kenangan itu. Pulang menuju rumah. Membonceng anak dan dan istri saya sambil memendam kecewa dan satu tanya besar: “Mungkinkah Lakeba bisa secantik dulu lagi?” (A)

Reporter: Suhardiyanto

Editor: Wulan

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU