Mangkir, Dirjen Bea Cukai Malah Kirim Staf ke KPK terkait Kasus Eks Bupati Konut

511
Jubir KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan. (RERE/LENTERASULTRA.COM)

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Kasus izin kuasa pertambangan eksplorasi dan ekploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara (Konut) tahun 2007–2014 masih terus bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selasa, (2/4/2019) penyidik KPK memanggil Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi.

Heru diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Konut Aswad Sulaiman. Sayangnya ia memilih untuk tidak datang memnuhi panggilan penyidik KPK dan malah mengirimkan stafnya Bakti Tri Lestari untuk bisa hadir sebagai saksi. Kedatangan Bakti tentu sudah berdasarkan izin dari lembaga antirasuah itu.

“KPK mengirimkan surat panggilan pada Heru Pambudi untuk dapat menunjuk staf. Sudah ditugaskan Bakti Tri Lestari. Jadi seorang staf dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan hadir memenuhi panggilan KPK,” tutur Jubir KPK, Febri Diansyah kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta Selatan.

Kata Febri, Staf Ditjen Bea Cukai itu kemudian diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Aswad. Dari staf tersebut, KPK mengonfirmasi data ekspor produk nikel.

Untuk diketahui Aswad ditetapkan sebagai tersangka sudah sejak 3 Oktober 2017 lalu. Aswad dijerat dalam dua kasus sekaligus yakni, korupsi dan suap.

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

‎Pada kasus pertama, Aswad ‎terjerat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Eksploitasi serta Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, tahun 2007-2014. Aswad diduga telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat daerah untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, dan korporasi.‎

Indikasi kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai hingga Rp 2,7 triliun. Kerugian negara itu berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.

Pada kasus kedua, Aswad selaku mantan Bupati Konawe Utara diduga telah menerima uang suap sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan. Indikasi penerimaan pada kasus kedua terjadi dalam rentang waktu 2007 sampai dengan 200‎9.

Akibat perbuatannya itu, di kasus dugaan korupsi, Aswad disangkakan melangar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah ‎dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan di kasus suapnya, Aswad disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis: Restu Fadilah

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU