Mahmud: Kebijakan Rusman Tak Pro Rakyat, Diduga Cari Untung Bayar Utang Politik

690
Anggota legislatif DPRD Muna, Mahmud (kiri) saat berpose bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo.

MUNA, LENTERASULTRA.COM-Bupati Muna LM Rusman Emba telah memasuki tiga tahun kepemimpinannya. Ditahun ketiga ini, lantas tak membuat daerah dengan julukan Bumi Sowite, berkembang. Hal itu berdasarkan penilaian politisi kawakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Mahmud. Ia menyebut, semua kebijakan Muna-1 tak pernah pro rakyat. Semua itu, sangat jelas terlihat dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Pernyataan Mahmud, bukan tak berdasar. Akan tetapi, mengacu pada kesejahteraan masyarakat, hingga kini masih stagnan alias belum terlihat. Cukup ironi, disaat banyaknya pembangunan yang merupakan kebutuhan mendasar dan mendesak untuk digenjot penyelesaiannya, justru tak pernah jadi prioritas pemerintah.

“Kebijakan Bupati tak pro rakyat. Sampai sekarang tiga tahun memimpin, belum ada keberpihakan kepada rakyat. Menggenjot kesejahteraan saja sangat sulit,” sindir Mahmud, blak-blakkan pada jurnalis, kemarin.

PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

Tak hanya itu saja, politisi yang juga menjabat sebagai anggota legislatif ini menyebut, dari segmen pertanian saja, bupati tak tertarik untuk pengembangannya. Alasannya cukup apik. Karena, hasilnya lama dinikmati, makanya pemerintah cari instan saja. Statmen yang dilontarkan Mahmud, berdasarkan pengakuan Rusman Emba saat pembahasan Banggar di DPRD.

“Sekali lagi, pak bupati tidak kepikiran peningkatan kesejahteraan masyarakat. Yang ada hanya kepentingan orang perorang. Bisa jadi dugaan, hanya cari untung untuk bayar utang politik. Kira-kira begitu,” sindirnya lagi sembari mengacungkan jempol ke bawah.

Mahmud memberikan contoh kasus dalam pembahasan anggaran. Pembangunan irigasi saja di Wakumoro, terkecuali DPRD memaksakan kehendak baru disetujui. Sangat aneh, selama dua tahun, percetakan sawah, pemerintah eksekutif tak menganggarkan. Nanti, DPRD memaksa baru diakomodir. Itu pun, kata Mahmud, hanya Rp 500 juta.

“Kita di DPRD bicara soal ketahanan pangan. Pekerjaan di Labulu-bulu, apanya yang tuntas. Masyarakat disana belum menikmati irigasi. Hanya mau bangun saluran. Pertanyaannya, air mau ambil dimana. Makanya, ini patut diduga hanya cari untung,” pungkas Mahmud. (ery)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU