UNDP: IPM Indonesia Membaik di Asia Pasifik, Ketimpangan Masih Tajam

594

 

Anak-anak di Kabupaten Kolaka Timur harus menyeberangi sungai untuk menuju sekolahnya. —foto ist—

JAKARTA, LENTERASULTRA, COM United Nations Developments Programme (UNDP) memaparkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia membaik di Asia Pasifik. Pasalnya, sejak 20 tahun terakhir, untuk pertama kalinya IPM Indonesia masuk ke dalam kategori tinggi.

Indonesia mendapat nilai IPM 0,707 dan menduduki peringkat ke-111 dari total 189 negara.

Tercatat sebanyak 62 negara masuk ke dalam kategori pembangunan manusia sangat tinggi, 53 negara masuk kategori pembangunan manusia yang tinggi, dan 74 negara lainnya masuk ke kategori pembangunan manusia yang sedang dan rendah.

Menurut perwakilan UNDP Indonesia, Christophe Bahuet indeks ini merupakan pencapaian baru bagi Indonesia.

“Selama 20 tahun Indonesia masuk ke dalam kategori sedang, tahun ini Indonesia berhasil masuk kategori pembangunan manusia yang tinggi untuk pertama kalinya, di Asia Pasifik,” terang Bahuet dalam paparannya di Jakarta,Selasa (10/12/2019).

Dikutip dari AsiaToday.id, laporan UNDP mencatat nilai IPM Indonesia meningkat 34,6 persen pada 2018 dibandingkan pada 1990.

Harapan hidup manusia Indonesia meningkat menjadi 71,5 tahun dari 70,8 tahun pada 2015.

Rata-rata lama sekolah di Indonesia stagnan selama tiga tahun terakhir, yakni 8 tahun. Namun angka ini sedikit membaik jika dibandingkan rata-rata lama sekolah Indonesia pada 2015 yakni 7,9 tahun.

Sedangkan pendapatan nasional bruto (PNB) Indonesia meningkat menjadi USD11.256 per kapita pada 2018.

Secara umum, Bahuet mengatakan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, juga negara-negara Asia Pasifik.

“Pencapaian Indonesia dalam bidang harapan hidup dan pendapatan per kapita masih berada di bawah rata-rata Asia Pasifik, yakni 75,3 tahun dan USD14.500 per kapita,” jelasnya.

Secara khusus, UNDP menyoroti masalah ketimpangan sosial yang masih tajam. Pemerintah Indonesia perlu menuntaskan masalah ketimpangan untuk mencapai progres lebih baik dan memastikan dampak pembangunan yang merata di seluruh negeri

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

“17,4 Persen dari nilai IPM Indonesia hilang karena ketimpangan yang lebih besar dibandingkan sebagian besar negara tetangga di Asia Timur dan Pasifik,” jelas Bahuet.

Christophe Bahuet menjelaskan, kesenjangan paling berdampak pada perempuan dan penduduk di daerah terpencil di Indonesia.

Kesenjangan tampak tidak merata ketika diturunkan berdasarkan kelompok, misalnya berbasis gender.

UNDP mencatat IPM laki-laki Indonesia yakni 0,727 atau lebih tinggi dari rata-rata nasional, sedangkan IPM perempuan Indonesia yakni 0,681.

Rata-rata lama sekolah laki-laki Indonesia ialah 8,4 tahun sedangkan perempuan hanya 7,6 tahun.

Selain itu, pendapatan laki-laki Indonesia yakni USD14.789 per kapita, sedangkan perempuan Indonesia berpendapatan USD7.672 per kapita.

“Perempuan adalah kelompok terbesar yang menjadi korban kesenjangan,” imbuhnya.

Kesenjangan juga tampak di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Contohnya, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang tidak sebaik di kota-kota besar.

Laporan UNDP ini kata Bahuet, membawa pesan agar pemerintah dapat membuat kebijakan dan program proteksi sosial yang dapat mengurangi kesenjangan serta mengantisipasi ketimpangan baru di masa depan.

Bahuet mengatakan salah satu hal penting yang perlu diselesaikan Pemerintah Indonesia ialah konektivitas lewat infrastruktur fisik dan teknologi informasi.

“Bukan hanya perkara orang memiliki ponsel, itu sudah dimana-mana. Ini tentang konektivitas lanjutan, misalnya dalam aspek perbankan sehingga kita menempatkan mereka di dalam lingakaran ekonomi,” paparnya.

Sementara itu Ekonom UNDP, Rima Prama Artha menyarankan pemerintah juga perlu fokus memanfaatkan teknologi untuk mengefisienkan pemerataan pembangunan.

“Dengan pelayanan teknologi yang lebih baik, kemudian rumah sakit yang bersifat mobile bisa menangkap perbaikan fasilitas kesehatan, begitu juga dengan pendidikan,” ujarnya.

“Saya rasa akan kurang efisien jika pembangunan infrastruktur fokus pada semua pulau terpencil, tapi dengan bantuan teknologi kita bisa menggunakan atau meningkatkan apa yang sudah ada,” tandas Rima. (AT Network)

 

 

 

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU