Gegara Minta Fee Proyek 8 Persen, Bupati Koltim Ditangkap KPK

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM-Isu tentang adanya permintaan fee dari kepala daerah dalam sebuah proyek di pemerintahan, bisa jadi benar adanya. Buktinya, jerat hukum yang kini melilit Bupati Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara bernama Abdul Azis (ABZ) hingga kemudian ia dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu gara-gara permintaan fee. Ada pembangunan RSUD di daerahnya, bernilai Rp 126,3 M. Sang bupati minta 8 persen dari anggaran itu, kepada pemenang tendernya.
“Itu komitmen (fee) yang diminta kira-kira Rp9 miliar, dari Rp 126,3 milyar nilai proyek, atau sebesar 8 persen,” kata Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, dikutip dari youtube KPK RI, Sabtu pagi, 9 Agustus 2025. Proyek itu berupa pengerjaan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur yang kini sudah mulai berjalan.
Selain Abdul Azis, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus inii. Mereka adalah ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kemenkes untuk pembangunan rumah sakit, AGD (Ageng Dermanto), pejabat pembuat komitmen (PPK) Pembangunan RSUD Koltim serta dua pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP) yakni DK (Deddy Karnadi) dan Arif Rahman KSO PT PCP.
Kelima tersangka korupsi Pembangunan RSUD Kolaka Timur ini sudah ditahan di rumah tahanan KPK. Penahanan dilakukan selama 20 hari kedepan terhitung mulai Jumat, 8 Agustus sampai 28 Agustus 2025. Asep Guntur Rahayu mengatakan perkara yang menjadi Bupati Koltim tersangka bermula pada Desember 2024. Di penghujung tahun lalu, terjadi pertemuan antara Kemenkes dan 5 konsultan perencana. Mereka membahas basic desain RSUD yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Jadi desain rumah sakit ini semuanya sama. Ada 12 kabupaten yang mendapatkan proyek ini. Salah satunya, Kolaka Timur. Desainnya menjadi tanggung jawab dari Kemenkes walaupun nanti pembangunannya diserahkan di 12 kabupaten,” katanya. Pihak Kemenkes kemudian membagi basic desain 12 RSUD itu kepada rekanan dengan cara penunjukan langsung atau PL di masing-masing daerah.
Khusus basic desain pembangunan RSUD di Koltim dikerjakan saudara NB. Pada Januari 2025 terjadi pertemuan dari pihak Pemkab Koltim dengan pihak Kemenkes untuk mebahas pengaturan lelang RSUD tipe c di Koltim. Pada kesempatan itu saudara AGD, PPK proyek RSUD Koltim memberikan sejumlah uang kepada ALH.
Selanjutnya ABZ bersama GPA selaku Kabag UKPBJ Pemkab Koltim dan saudara DA dan NS selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju Jakarta. KPK menduka keberangkatan ini diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT PCP memenangkan lelang pembagunan RSUD kelas C Koltim yang telah diumumkan pada LPSE Pemkab Koltim.
“Jadi untuk pemenangnya pun sudah ditentukan yakni PT PCP. Pada bulan Maret 2025 AGD selaku PPK melakukan penanandatangan kontrak pembanguna RSUD Koltim dengan PT PCP senilai 126,3 milyar,” sambungnya. Pada akhir April 2025, AGD berkonsultasi dan memberikan uang senilai 30 juta kepada saudara ALH di Bogor.
Pada Mei sampai Juni, PT PCP melalui DK melakukan penarikan uang sebesar Rp 2,09 milyar. Dimana uang tersebut diserahkan kepada AGD senilai 500 juta di Lokasi pembangunan RSUD Koltim. Selain itu DK juga menyampaikan permintaan AGD kepada rekan-rekan PT PCP terkait dengan komitmen fee sebesar 8 persen.
Pada Agustus 2025, saudara DK kembali melakukan penarikan uang melalui cek sebesar Rp 1,6 milyar. Fulus ini diserahkan kepada AGD. PPK proyek RSUD Koltim ini kemudian menyerahkan kepada YS selaku staf dari Bupati Koltim. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh ABZ untuk membeli keperluan ABZ. “Jadi uangnya dikelola YS tapi atas sepengetahuan dan digunakan untuk keperluan ABZ,” kata Asep.
DK juga melakukan penarikan tunai sebesar 200 juta dan diserahkan kepada PPK proyek RSUD Koltim, AGD. Selain itu PT PCP melakukan penarikan kembali melalui cek sebesar Rp 3,3 M. Tim KPK kemudian menangkap AGD dengan barang bukti uang tunai sebesar 200 juta rupiah. Duit yang diterima AGD ini sebagai kompensasi dari komitmen fee sebesar 8 persen.(*)
Penulis : Adhi