13 Motif Khas Bombana Terdaftar di HAKI
BOMBANA, LENTERASULTRA.COM-Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga, Kabupaten Bombana bergerak cepat mengamankan sejumlah kekayaan intelektual di daerah itu. Salah satunya adalah motif khas Bombana yang segera didaftarkan guna mendapatkan hak paten dalam bentuk hak akan kekayaan intelektual (HAKI) di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Hasilnya, sudah ada 13 motif khasa Bombana yang telah memperoleh hak paten saat ini. Belasan lembaran pengakuan hak cipta itu, kini tersimpan di Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga, Kabupaten Bombana. “10 diantara motif itu berasal dari Pulau Kabaena, sedangkan tiga lainnya dari daratan Bombana,” buka Anisa Sri Prihatin, Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Bombana.
Belasan kekayaan intelektual yang sudah memiliki hak cipta terdiri dari Tari Lumense, Tari Momaani, Tari Lulo Alu dan Tari Morengku. Sementara tujuh kekayaan intelektual lainnya terdiri dari motif Buburi Pererei, Buburi Olimpopo, Buburi Totarica, Buburi Kalo, Buburi Sininta, Buburi Vua Kina, Tandu-tandu dan Buburi Ruruho Petumbu.
Anisa mengaku, khusus tiga motif dari daratan Bombana, yakni Rumbia, merupakan hasil ciptaan salah satu tokoh budaya Moronene, almarhum Saleh Syamruth. Sedangkan motif kepulauan menjadi hasil ciptaan tokoh budaya dari Kabaena yakni Ilfan Nurdin. Sementara empat tarian Bombana terdaftar di HAKI, tercatat setelah dirinya melaporkan di Kemenkumham.
“13 kekayaan intelektual ini, tiga diantara terdaftar di HAKI sejak 2012 lalu. Sedangkan 10 lainnya baru terdaftar di Kemenkumham di periode 2019-2022 lalu,” kata Anisa saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 25 Juni 2024. Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Bombana ini menuturkan dengan 13 kekayaan intelektual yang terdaftar di HAKI mencatatkan Kabupaten Bombana sebagai wilayah di Sultra yang banyak mendapatkan pengakuan dari Kemenkumham.
Anisa mengaku, belasan motif itu memiliki arti tersendiri. Motif Pererei misalnya, mengandung makna bertahan dan menyerang,. Menurut kepercayan masyarakat Kabaena zaman dulu, bahwa alam semesta segala bentuknya selalu mendapatkan ancaman berupa amukan alam semesta, ancaman antara sesama mahluk hidup.
Sementara Buburi Olimpopo bermakna sebagai bintang di langit. Dalam kehidupan masyarakat Kabaena zaman dulu, panduan langit merupakan salah satu rujukan masyarakat dalam aktivitas kesehariannya. Panduan langit melalui petunjuk bintang menjadi dasar untuk menafsirkan gejala-gelaja alam yang akan terjadi.
Motif Buburi Totarica merupakan simpulan dari pengikat yang dikenal dengan istilah “inolu”. Makna filisofis dari Buburi Totarica adalah sebagai simbol hubungan eksternal masyarakat Kabaena dengan dunia luar yang kuat sebagai interakasi sosial terhadap suku lain (daga) yang menjunjung tinggi kebersamaan, pershabatan dan simbol kerukunan dengan suku lainnya yang diikat dengan tali persaudaraan yang disebut “Metokia”. Bermakna bahwa ikatan persaudaran dalam kehiduoan masyarakat adalah faktor utama yang diutamakan demi terciptanya masyarakat yang damai dengan dasar saling asah, asih dan asuh.
Sementara Buburi Kalo bersumber dari kata Kalo yang merupakan anyaman yang bahan dasarnya adalah rotan (Ue). Secara filosofis “kalo” bermakna masyarakat Kabaena sebagi satu komunitas merupakan satu kesatuan dalam bekerja sama dan berkarya yang dilaksanakan dengan sistem gotong royong untuk kepentingan bersama dalam mencapai hasil yang maksimal dalam usaha.
Motif Buburi Sininta, motif ini diambil dari pemaknaan pada ikatan mahar adat pada tikar (Pongkono langa) yang isi langa merupakan simbol sakral dari hubungan dua anak manusia yang diikat oleh perkawinan yang diharapkan dapat melahirkan keturunan sebagai penerus generasi di masa yang akan datang. “Pendaftaran kekayaan intelektual sangat penting dilakukan, agar tidak ada pihak lain yang mengklaim sebagai hak intelektual mereka,” kata Anisa. (adv)