Kembangkan Kopi, Pemkab Muna Atur Skema Anggaran Pakai Dana Desa
RAHA, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Kabupaten Muna akan menggalakkan kembali penanaman kopi di desa-desa. Pemkab Muna menerapkan skema pemanfaatan dana desa dalam mendukung budidaya kopi tersebut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Muna, Rustam menerangkan kopi merupakan tanaman unggulan daerah yang kini berupaya dikembalikan kejayaannya. Kopi juga dinilai potensial dari segi ekonomi.
“Jadi di Muna ini dulu kan punya beberapa komoditas. Diantaranya itu kapuk, kopi dan jati. Kita mulai dulu dengan kopi. Semangatnya adalah Bupati ingin mengembalikan kejayaan kopi di Muna,” terangnya.
Rustam mengatakan, program penanaman kopi ini akan dilakukan pemerintah desa dengan memberdayakan masyarakat untuk membuka kembali lahan-lahan tidur. Adapun anggarannya akan memakai dana desa melalui alokasi ketahanan pangan. Pemkab hanya menyiapkan regulasi dan kajian teknisnya.
Adapun regulasi tersebut ialah Peraturan Bupati Muna nomor 38 tahun 2022 tentang pedoman penyusunan APBDes tahun 2022. Pada Bab V tentang hal-hal khusus memuat ketentuan setiap desa agar menganggarkan kegiatan pengembangan tanaman kopi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Perbup tersebut mengacu pada Peraturan Presiden RI nomor 104 tahun 2021 tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja negara tahun 2022, pada pasal 5 ayat 4 huruf a sampai d mengatur penggunaan dana desa tahun 2022. Empat prioritas Dana Desa ialah perlindungan sosial berupa BLT, program ketahanan pangan, dukungan pendanaan penanganan Covid – 19 dan program sektor prioritas lainnya.
Khusus alokasi ketahanan pangan ditentukan sebesar 20 persen dari pagu Dana Desa yang diterima setiap desa. Di Muna, dana desa mencapai lebih kurang Rp1 miliar perdesa. Dengan begitu, setiap desa di Muna diperkirakan memiliki anggaran ketahanan pangan sekitar Rp200 juta.
“Jadi sudah diatur dalam Perbup agar program ini memaksimalkan alokasi ketahanan pangan dalam Dana Desa,” paparnya.
Program kopi ini ditujukan untuk desa-desa yang memiliki lahan potensial. Artinya, desa desa di wilayah pesisir dan kota maka program ketahanan pangannya bisa disesuaikan usulan masyarakat yang sesuai potensi lokalnya. “Pogram ini bukan paksaan semua harus kopi. Hanya desa yang siap lahan dan petani,” paparnya.
Penentuan desa potensial itu akan mengacu pada hasil kajian teknis pendataan calon petani calon lahan (CPCL) yang dilakukan Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan. Data tersebut juga nantinya menjadi acuan bagi pemerintah desa untuk menyesuaikan besaran alokasi anggarannya.
“Jadi tidak diratakan setiap desa harus sekian, melainkan sesuai CPCL. Misalnya berapa lahan dan petani yang siap, maka sejumlah itu dianggarkan. Kalau misalnya di alokasi 20 persen itu tidak habis, maka sisa anggarannya bisa direalokasi. Intinya sesuai kesepakatan masyarakat,” terangnya.
DPMD mengakui banyak desa dan masyarakat yang masih bertanya mengenai pengelolaan pasca panen. Namun menurutnya, Pemkab Muna sudah menjalin komunikasi dengan PT. Indonesia Hijau yang bekerjasama dengan PT. Kapal Api Global. Hal itu untuk memastikan hasil panen bisa terserap pasar.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kab. Muna, La Ode Anwar Agigi mendukung pemanfaatan alokasi ketahanan pangan dalam dana desa untuk pengembangan tanaman kopi. Kopi sendiri dalam UU nomor 18 tahun 2012 tentang ketahanan pangan termasuk dalam kategori tanaman pangan.
Ia bilang, vegetasi kopi pernah dikembangkan secara massif di Muna kisaran tahun 70-an. Komoditas itu tersisa 392 hektar dengan produksi per tahun tinggal 3,2 ton. Sebaran lahan itu paling besar di Maligano (108 ha), Kabangka (94 ha), Tongkuno (46 ha), dan Parigi (43 ha).
Untuk mengembalikan kejayaan kopi Muna tersebut, Dinas TPHP menyiapkan penyuluh pertanian untuk memberi pendampingan kepada petani. Ia juga menyarankan agar hasilnya efektif, Pemdes nantinya melakukan pengadaan bibit kopi dari sumber bersertifikasi dari balai benih.
“Sangat bisa dikembalikan kejayaanya. Karena kalau mengacu juga pada lahan potensial, maka sebenarnya seluruh wilayah Muna, selain pesisir dan perkotaan merupakan lahan yang cocok untuk budidaya kopi,” terangnya.
Kepala Bidang Perkebunan, DTPHP Muna, Jamil mengatakan penyuluh pertanian sudah mulai melakukan pendataan calon lahan calon petani untuk mendukung budidaya kopi tersebut. Pendataan diupayakan selesai bulan ini dan hasilnya akan diserahkan ke DPMD untuk menjadi acuan penentuan kebijakan anggarannya.
“Tugas kami hanya mendata CPCL, soal berapa luas lahan dan petani yang akan diberdayakan dikembalikan kepada kebijakan anggaran pemerintah desa,” jelasnya.
(Ode)