Indonesia Galang Dukungan Dunia untuk Hapus Perdagangan Ilegal Merkuri
BALI, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Indonesia dipercaya untuk menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak ke-4 atau COP-4 Konvensi Minamata. COP-4 ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Fase 1 secara virtual tanggal 1-5 November 2021, dan Fase 2 nanti tanggal 21-25 Maret 2022 di Bali.
Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, menyampaikan bahwa Indonesia berupaya mengusung penghapusan perdagangan ilegal merkuri sebagai salah satu isu pembahasan COP-4 Minamata.
Saat ini, sudah terdapat 135 negara pihak yang menjadi anggota Konvensi Minamata. Salah satu faktor penyebab masih beredarnya merkuri ini adalah melalui jalur perdagangan ilegal.
Menurut Laporan UNEP tahun 2020, total nilai perdagangan ilegal Merkuri dunia mencapai lebih dari Rp3 triliun. Hal ini dipastikan meningkat seiring dengan naiknya permintaan emas di masa pandemi.
Lebih dari 50 persen perdagangan ilegal Merkuri global berasal dari sektor pertambangan emas skala kecil (PESK). Tercatat ada 3 kawasan yang memiliki tingkat konsentrasi PESK tertinggi di dunia yaitu Asia Tenggara dan Asia Timur, Sub Sahara Afrika dan Amerika Selatan.
“Kami harapkan dukungan seluruh Perwakilan RI, untuk melakukan komunikasi dengan negara akreditasi, menjelaskan posisi Indonesia, dan menggalang dukungan bagi usulan ini,” tegas Rosa saat kegiatan briefing yang dihadiri oleh 75 Perwakilan RI, dengan kehadiran virtual sejumlah Duta Besar Indonesia di luar negeri, Selasa (23/11/2021).
Dalam Fase 1, atau COP4.1, Sahli Hubungan Antarlembaga (Hublem), Dubes Muhsin Syihab (sebagai Ketua Delegasi RI), telah menjelaskan argumentasi Indonesia mengenai pentingnya penghapusan perdagangan ilegal merkuri, kepada seluruh negara pihak yang hadir dalam COP 4.1 Konvensi Minamata.
“Indonesia ingin ada pengarusutamaan isu ini, termasuk mendorong adanya kerja sama, kemitraan, misalnya dengan lembaga internasional, penegak hukum, dan e-commerce,” tegas Sahli Hublem dalam briefing, dikutip dari asiatoday.id.
Ke depannya diharapkan dapat terbentuk suatu international governance untuk menghapus perdagangan ilegal merkuri. Merkuri dilarang karena sifatnya yang toksik dan persisten. Namun melalui jalur perdagangan ilegal, merkuri masih bisa beredar dan digunakan, misalnya di produk kosmetik, batere, dan untuk proses penambangan emas skala kecil, atau PESK.
Di lokasi-lokasi PESK, banyak pekerja adalah dari kalangan muda dan perempuan. Oleh karenanya, upaya penghapusan merkuri dan perdagangan ilegalnya memiliki arti yang sangat penting bagi lingkungan dan manusia. (ATN)