Indonesia Warning Uni Eropa Soal Lisensi FLEGT

136
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

 

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Indonesia memberikan peringatan kepada Uni Eropa terkait penerapan lisensi penegakan hukum, perbaikan tata kelola, dan perdagangan sektor hutan atau Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Pasalnya, Pemerintah Indonesia akan bertindak tegas jika Uni Eropa dan Inggris tak konsisten menerapkan FLEGT. Indonesia sudah memperjuangkan lisensi ini melalui sistem verifikasi legal kayu (SVLK).

“SVLK kita sudah mendapatkan lisensi FLEGT, tapi Uni Eropa tidak konsisten dalam menerapkan lisensi FLEGT. Karena itu, kita mendorong penerapan lisensi FLEGT secara global,” tegas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Justianto, dalam keterangan tertulis dari KTT Iklim COP26, Glasgow, Inggris, Selasa (9/11/2021).

Menurut Agus, sistem SVLK yang diterapkan Indonesia sudah diakui dunia internasional. Bahkan, dengan Uni Eropa, Indonesia sudah menyepakati kerangka perjanjian kemitraan sukarela untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan (VPA FLEGT).

“SVLK pun kemudian disetarakan sebagai lisensi FLEGT 2016. Lalu pada 2019 kita mengadakan perjanjian (VPA) dengan Inggris, karena Inggris keluar dari Uni Eropa,” jelas Agus dikutip dari asiatoday.id.

Dalam konteks itu kata Agus, Indonesia sudah membuktikan bahwa SVLK sudah teruji kredibiitasnya. Bahkan, sejumlah negara sudah mencontoh SVLK Indonesia.

“Sistem ini sudah berhasil mengatasi illegal loging. Bahkan, saat ini pemerintah tengah mendorong SVLK untuk kelestarian hutan,” imbuhnya.

Dalam sesi diskusi di Paviliun Indonesia, kemarin, apa yang diutarakan Indonesia ini didukung sejumlah negara, terutama, negara-negara yang memiliki hutan tropis.

“Mereka menganggap Indonesia sudah memiliki sistem lebih awal,” kata Agus.

Dalam perjalanannya, ternyata tidak mudah mendapatkan pengakuan negara konsumen. Makanya, dalam forum diskusi itu Indonesia menuntut negara konsumen yang menerima atau mengimpor kayu juga harus dievaluasi. Selama ini justru Indonesia yang kerap dievaluasi.

“Sekarang kita balik menuntut karena ada Pasal 13 dari perjanjian FLEGT. Kita bisa mendapatkan insentif untuk premium price dan sampai saat ini kita belum peroleh,” kata Agus yang juga penanggung jawab Paviliun Indonesia di COP26 Glasgow. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU