Genggam Nikel, Indonesia jadi Masa Depan Industri Energi Bersih Global
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Perlahan namun pasti, Indonesia mulai menunjukkan eksistensinya sebagai global player. Salah satunya, Indonesia akan memainkan peran penting sebagai masa depan industri energi bersih dunia.
Menteri Investasi yang juga Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal/BKPM, Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa langkah Indonesia ini didukung dengan kekayaan mineral nikel yang melimpah. Pasalnya, Indonesia menggenggam 25 persen cadangan nikel dunia dan nikel menjadi bahan baku utama baterai mobil listrik.
Menurut Bahlil, pada 15 September 2021 mendatang, upaya Indonesia untuk wujudkan mimpi sebagai pemain penting energi bersih dunia itu, akan dimulai melalui ground breaking pembangunan pabrik baterai pertama di Indonesia sekaligus pertama di Asia Tenggara.
Saat ini, dunia tengah berubah menuju kehidupan lebih sehat dengan mulai meninggalkan bahan bakar fosil. Pengembangan industri mobil ramah lingkungan, khususnya berdaya listrik, tidak bisa lagi dibendung dan akan menggeser keberadaan mobil berbasis BBM.
“Bisa dipastikan pada 2030-an benua Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Asia akan menjadi pasar utama mobil listrik dunia dimana era itu ditaksir memiliki porsi 70 persen dari total jumlah kendaraan yang ada. Indonesia pada era itu diprediksi memiliki 6 juta unit mobil listrik. Sekitar 85 persen komponen mobil listrik terlait baterai berbahan baku utama nikel, cobalt dan mangan yang kesemuanya ada di Indonesia,” urainya dikutip dari asiatoday.id.
Bahlil menerangkan, Indonesia memiliki aneka kekayaan SDA namun negara belum pernah memanfaatkan secara maksimal menciptakan nilai tambah, sehingga posisinya tidak sebagai pemain utama.
Pada komoditas kayu, potensinya dikuras secara masif tapi Idonesia tidak pernah masuk pada 10 besar negara produsen meubel dunia. Begitu juga emas. Justru Freeport-McMoRan Inc dan Newmont Corporation yang memanfaatkan.
Kini pemerintah telah menyetop ekspor nikel, sebab akan dikembangkan nilai tambahnya sebagai bahan baku baterai. Indonesia dan Korea Selatan sepakat bekerjasama untuk pengembangan potensi mineral ini melalui LG dan BUMN dengan total nilai investasi Rp142 triliun.
“Di tahap awal dimulai dengan pabrik bateri senilai Rp9,8 triliun yang ground-breakingnya akan dilakukan oleh Presiden RI pada 15 September 2021 nanti,” kata Bahlil.
Lalu investasi ke 2 yakni SIAT dengan nilai Rp72 triliun yang kemungkinan besar dikerjasamakan dengan Taiwan atau Eropa.
“Biarkan mereka berkompetisi, agar mereka tahu bahwa Indonesia bukan hanya sekedar potensi wisata seperti Bali, namun juga negara pemasok baterai listrik terbesar dunia,” pungkas Bahlil. (ATN)