NTB dan NTT Hadapi Bencana Kekeringan

209
Seorang warga minum dari sumber air, dekat sapi di Desa Sanleo, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, 10 Oktober 2015. (Foto: Prasetyo Utomo/Antara via Reuters)
Seorang warga minum dari sumber air, dekat sapi di Desa Sanleo, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, 10 Oktober 2015. (Foto: Prasetyo Utomo/Antara via Reuters)

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahdan, melaporkan bencana kekeringan di NTB yang terjadi sejak Agustus 2021 berdampak pada 151.444 keluarga atau 558.253 jiwa. Bencana tersebut mengancam ketersediaan sumber air bersih warga dan kegiatan pertanian di wilayah itu.

“Ada tujuh kabupaten/kota, kemudian ada 67 kecamatan dan 274 desa terdampak yang terdata sampai saat ini,” kata Sahdan dalam webinar Talk Show Tim Intelijen Penanggulangan Bencana bertema Antisipasi Bencana Hidrometeorologi, Kamis (2/8).

Sahdan menerangkan curah hujan di NTB pada Agustus 2021 berada pada kategori rendah, yaitu 0-50 milimeter. Curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Batu Layar, Lombok Barat, dengan jumlah curah hujan sebesar 88 milimeter per dasarian. Dasarian adalah satuan waktu meteorologi yang lamanya adalah sepuluh hari.

Sejauh ini Kabupaten Sumbawa telah menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan. Tiga daerah lainnya, yaitu Kota Bima, Kabupaten Dompu dan Lombok Barat, berstatus siaga darurat bencana kekeringan.

Berdasarkan informasi BMKG, katanya, puncak kekeringan di NTB terjadi pada Agustus ini. Namun diperkirakan bencana tersebut masih akan terjadi hingga Oktober.

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

BPBD Nusa Tenggara Barat memproyeksikan penanggulangan dampak kekeringan tersebut akan merogoh dana sebesar Rp27 miliar. Penanggulangan tersebut dilakukan melalui penyediaan 77.000 tangki air bagi 380 desa/ kelurahan di 77 kecamatan.

Warga memasukkan jerigen ke truk usai mengambil air dari sumber air di Desa Sanleo, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, 10 Oktober 2015. (Foto: Prasetyo Utomo/Antara via Reuters)
Warga memasukkan jerigen ke truk usai mengambil air dari sumber air di Desa Sanleo, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, 10 Oktober 2015. (Foto: Prasetyo Utomo/Antara via Reuters)

Situasi serupa juga terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sekitar 72 persen provinsi tersebut mengalami hari tanpa hujan yang sangat panjang hingga ekstrem, yaitu 31-60 hari.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ambrosius Kodo, melaporkan kekeringan terjadi di Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sikka dan Sumba Timur yang telah melakukan intervensi distribusi air bersih bagi masyarakat.

BMKG, katanya, sudah menyampaikan peringatan dini potensi bencana kekeringan di NTT.

“Masyarakat mulai mengalami kesulitan air bersih. Beberapa kabupaten sudah dilaporkan masyarakat mulai kesulitan mendapat air bersih. Kemudian terjadi dua kasus kebakaran hutan dan lahan, yakni di kabupaten Lembata sebagai efek lelehan lava gunung berapi dan di Kabupaten Flores Timur,” kata Ambrosius Kodo dikutip dari voaindonesia.com.

Menyikapi ancaman bencana kekeringan itu, lanjut Ambrosius, Pemerintah Provinsi NTT telah melaksanakan rapat koordinasi terkait penanganan kekeringan serta mengaktifkan kelompok kerja untuk menganalisa data dan informasi. Analisa tersebut akan digunakan untuk merekomendasikan kebijakan penanganan kekeringan. [yl/ah/VOA]

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU