Pemerintah Diminta Waspadai Pengangguran Akibat PPKM
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Lembaga kajian ekonomi, Institute for Development on Economics and Finance (INDEF), memperingatkan pemerintah terkait potensi kenaikan pengangguran, terutama jika pandemi tidak dapat dikendalikan.
Peringatan itu disampaikan Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, INDEF, Andry Satrio Nugroho, dalam paparan lembaga itu pada Jumat (6/8). Andry mengatakan ekonomi yang diklaim tumbuh tinggi dan kondisi pandemi yang tidak terkendali bukanlah kondisi yang baik. Menurut Andry, seluruh pihak, terutama dunia industri, masih akan melihat bagaimana pemerintah menangani pandemi ke depan.
“Varian Delta sebetulnya memang membawa ekonomi kita kembali terpuruk, bahkan kalau kita lihat dari sisi industri, mereka juga cukup kewalahan. Menurut saya, kalau tidak ditanggulangi dengan cukup baik, bahkan akan membawa pada peningkatan angka pengangguran, bahkan bisa jadi lebih tinggi dari PSBB sebelumnya,” papar Andry dikutip dari voaindonesia.com.
Dampak PPKM Darurat yang saat ini diterapkan, katanya, tidak hanya dirasakan sektor industri melainkan seluruh sektor. Keseluruhan pengaruhnya akan dapat dilihat dari kondisi pada akhir bulan Agustus atau awal September nanti.
“Karena efek perlambatan ekonomi ini bisa jadi melebihi PSBB di tahun 2020,” tambah Andry.
Jakarta, yang menjadi pusat bisnis sekaligus mencatat kasus tertinggi Covid-19, akan menjadi penentu. Namun, yang cukup dikhawatirkan adalah bahwa kasus harian Covid-19 di daerah juga sulit dikendalikan.
Dukungan terhadap sektor industri, terutama industri kecil dan menengah, cukup menentukan. Demikian pula subsidi upah bagi pekerja yang diterapkan Kementerian Tenaga Kerja, akan cukup membantu. Namun, Andry berharap ada skema yang lebih kreatif ke depan, untuk menekan dampak ekonomi, terutama di sektor ketenagakerjaan.
“Perlu ada lagi mekanisme yang cukup kreatif ke depannya terkait bagaimana upaya itu bisa di co-funding, antara pemeritah dan perusahaan itu sendiri,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2021 merilis catatan mereka terkait kondisi sektor ketenagakerjaan. Disebutkan, jumlah angkatan kerja pada Februari 2021 adalah 139,81 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) periode yang sama sebesar 6,26 persen.
BPS juga mencatat, penduduk yang bekerja adalah 131,06 juta orang. Sebanyak 78,14 juta orang atau 59,6 persen bekerja pada sektor informal. Tercatat 19,1 juta orang atau 9,3 persen penduduk usia kerja terdampak Covid-19. Dari jumlah itu, pengangguran karena Covid-19 berjumlah 1,62 juta orang, bukan angkatan kerja karena Covid-19 650 ribu orang, tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,11 juta orang, dan pekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 mencapai 15,72 juta orang.
Sementara itu anggota Komisi V DPR RI Hamid Noor Yasin mengkritisi BPS yang mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2021 tumbuh 7,07 persen year on year (YOY). Angka pertumbuhan yang tinggi itu ironis, kata Hamid, karena angka pengangguran juga masih tinggi.
“Ada 3,38 juta orang penduduk yang tidak bekerja sama sekali akibat pandemi Covid-19 ini,” kata legislator Dapil Jawa Tengah IV tersebut.
Hamid mendesak pemerintah segera menyediakan lapangan pekerjaan memadai terutama di sektor-sektor yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja tinggi. Di sisi lain dia menyayangkan sektor yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja tinggi, seperti pertanian, yang hanya tumbuh 0,38 persen
Dalam keterangan resmi kepada media pada Jumat (6/8) Hamid memaparkan, dalam kondisi ekonomi saat ini setiap satu persen pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya menyerap 110 ribu tenaga kerja. Padahal, pada 2013 setiap satu persen pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat menyerap 270 ribu tenaga kerja.
“Sehingga, keluarnya Indonesia dari resesi ini belum tentu berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama yang berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan,” tambahnya.
Jawa Tengah adalah salah satu wilayah yang sektor ketenagakerjaaannya terdampak oleh pandemi. Namun, tidak seluruh sektor terdampak negatif, karena adalah sejumlah sektor lain yang justru mengalami peningkatan. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Sakina Rosellasari, mengatakan sektor padat karya terimbas PPKM, tetapi ada juga pabrik yang menerima permintaan produk dari luar negeri justru lebih banyak.
“Mana kala perusahaan di luar negeri seperti Malaysia, Vietnam, dan India mengalami lockdown, kita kan masih beroperasi,” ujarnya.
PPKM Darurat memang menetapkan sejumlah sektor bisa tetap beroperasi sesuai protokol kesehatan yang ketat. Sakina memberi contoh, perusahaan alas kaki berskala ekspor ke Eropa dan Asia, kini justru membuka banyak lowongan. Selain itu, perusahaan busana, tekstil dan pakaian dalam yang juga mendapatkan tambahan pesanan dan membutuhkan banyak pekerja. Karena itulah, mereka justru membuka lowongan pekerjaan di bulan ini.
“Perusahaan di Jawa Tengah ini bulan Agustus banyak order, kemudian banyak membuka lapangan pekerjaan,” ujarnya.
Tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah memang dinamis. Sebelum pandemi, jumlahnya sekitar 800 ribu lebih. Pada 2020 ketika pandemi mulai berlangsung, jumlahnya meningkat hingga 1,2 juta. Pada triwulan pertama 2021 ini, jumlahnya turun menjadi 1,1 juta orang.
“Ini ada PPKM juga kita melakukan pendekatan hubungan industrial agar tidak ada PHK,” tambah Sakina. [ns/ah/VOA]