Hidupkan Wisata Bahari, Indonesia Bebaskan Pajak Yacht hingga Kapal Pesiar
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membebaskan pungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk penyerahan oleh produsen atau impor kapal pesiar dan yacht yang digunakan untuk usaha pariwisata.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2021 tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Aturan ini Berlaku mulai 26 Juli 2021.
Kebijakan ini merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Adapun dalam Pasal 3 PMK 96/PMK.03/2021, pengenaan PPnBM dikecualikan atas impor atau penyerahan peluru senjata api dan senjata api lainnya untuk keperluan negara, pesawat udara dengan tenaga penggerak untuk keperluan negara dan angkutan udara niaga.
Kemudian senjata api dan senjata api lainnya untuk keperluan negara; serta kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis dan yacht untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Neil mengungkapkan bahwa langkah pemerintah membebaskan PPnBM tersebut bertujuan untuk mendorong industri pariwisata bahari. Menurutnya industri pariwisata bahari perlu didorong karena merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan.
Di sisi lain, pemerintah tetap mengenakan pajak bagi bawang mewah lain, yakni kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya yang dikenakan PPnBM sebesar 20 persen. Untuk kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak; dan kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya dikenakan tarif pajak sebesar 40 persen.
Tarif yang sama juga berlaku untuk senjata api dan senjata api lainnya kecuali untuk keperluan negara, seperti senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api atau peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
Sementara untuk kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, dan yacht dikenakan tarif pajak sebesar 75 persen.
“Terbitnya kebijakan ini juga bertujuan untuk menyederhanakan prosedur administrasi serta memberikan kepastian hukum. Pada akhirnya, diharapkan dapat mengurangi biaya operasional wajib pajak,” pungkas Neil. (ATN)