Utang Indonesia ke China Tembus Rp310 Triliun, ke Singapura Rp983,01 Triliun
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berutang besar ke China dan Singapura. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, per April 2021 utang Indonesia ke China menyentuh angka USD21,44 miliar atau setara Rp310 triliun.
Melansir dari asiatoday.id, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir atau selama periode 2011 hingga akhir April 2021, utang Indonesia ke China melesat naik 479,45 persen. Kenaikan utang Indonesia ini hampir enam kali lipat, sebab pada 2011 utang Indonesia ke China baru sebesar USD3,7 miliar.
Per April 2021, utang Indonesia ke China terdiri dari utang pemerintah sebesar USD1,72 miliar. Sedangkan, mayoritas merupakan utang swasta yakni USD19,72 miliar. Secara kumulatif, utang Indonesia kepada China naik 0,65 persen dari Maret 2021 yakni USD21,30 miliar. Sedangkan secara tahunan, utang Indonesia ke China naik 4,63 persen dari sebelumnya USD20,49 miliar pada April 2020.
Pada 2011, utang Indonesia ke China masih USD3,7 miliar, kemudian naik menjadi USD5,06 miliar pada 2012. Kemudian, utang Indonesia kembali bertambah namun masih di kisaran satu digit pada 2013 dan 2014. Masing-masing yakni USD6,15 miliar dan USD7,86 miliar.
Pada akhir 2015, utang Indonesia ke China melonjak signifikan 73,79 persen, dari 2014 senilai USD7,86 miliar menjadi USD13,66 miliar pada Desember 2015. Selanjutnya, akhir 2016, utang Indonesia kembali naik menjadi USD15,15 miliar. Sempat turun menjadi USD14,59 miliar pada akhir 2017, namun kembali bertambah menjadi USD18,11 miliar di akhir 2018.
Mayoritas utang Indonesia berasal dari Singapura sebesar USD68,01 miliar, setara dengan Rp983,01 triliun. Utang Indonesia ke negara tetangga ini naik dari sebelumnya USD67,33 miliar pada Maret 2021.
Selanjutnya, utang Indonesia banyak berasal dari AS sebesar USD30,81 miliar pada April 2021. Angka itu berkurang 1,97 persen dari sebelumnya USD31,43 miliar. Kemudian, Jepang merupakan negara ketiga penyumbang utang terbesar kepada Indonesia mencapai USD28,15 miliar pada April 2021. Jumlah utang Indonesia ke Jepang naik 0,89 persen dari sebelumnya USD27,90 miliar di Maret 2021. Selain itu, Indonesia juga berutang kepada Hong Kong sebesar USD13,24 miliar turun 1,41 persen dari sebelumnya USD13,43 miliar.
Selain dari negara-negara tersebut, Indonesia juga berutang kepada Korea Selatan sebesar USD6,48 miliar, Australia USD2,33 miliar, Belanda USD5,7 miliar, Inggris USD3,88 miliar, Austria USD497 juta, dan sebagainya. Indonesia juga tercatat memiliki ULN kepada organisasi internasional, totalnya mencapai USD36,11 miliar, setara dengan Rp522 triliun.
Lebih jelasnya, utang dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) sebesar USD18,01 miliar, Asian Development Bank (ADB) USD11,75 miliar, International Monetary Fund (IMF) USD2,84 miliar, dan Islamic Development Bank (IDB) USD1,29 miliar.
Kemudian, Indonesia juga berutang kepada International Development Association (IDA) USD782 juta dan International Fund for Agricultural Development (IFAD) USD200 juta. Dengan kondisi ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI diberbagai kesempatan terus mengingatkan pemerintah terkait peningkatan utang selama masa pandemi Covid-19. Sebab, kerentanan utang Indonesia pada 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional (IMF) dan atau International Debt Relief (IDR). Hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2020 menunjukkan rasio debt service terhadap penerimaan telah mencapai 46,77 persen.
“Utang Indonesia ini telah melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen,” tulis BPK dalam ringkasan eksekutif LHP LKPP 2020 yang dimonitotor, Rabu (26/7/2021).
Selain itu rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan telah mencapai 19,06 persen, melampaui rekomendasi IDR sebesar 7-10 persen. Sementara, rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah tembus 369 persen atau jauh di atas rekomendasi IDR sebesar 92-176 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen.
BPK khawatir atas kondisi tersebut karena terjadi penurunan kemampuan membayar utang tersebut.
“Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar,” demikian warning BPK. (ATN)