Cadangan Batubara Indonesia Capai 38,84 Miliar Ton, Turut Menopang Energi di Asia Pasifik

158
Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, cadangan batubara Indonesia saat ini mencapai 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata produksi batubara sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batubara masih 65 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru.

Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin, selain cadangan batubara, Indonesia juga masih menyimpan sumber daya batubara yang tercatat sebesar 143,7 miliar ton.

“Batubara kita masih banyak. Kita punya 65 tahun umur cadangan. Sebagian besar ada di Kalimantan dan Sumatera,” kata Ridwan dalam Webinar “Masa Depan Batubara dalam Bauran Energi Nasional”, Senin (26/7/2021).

Lebih lanjut Ridwan menuturkan, Kalimantan menyimpan 62,1 persen dari total potensi cadangan dan sumber daya batubara terbesar di Indonesia, yaitu 88,31 miliar ton sumber daya dan cadangan 25,84 miliar ton. Selanjutnya, wilayah yang memiliki potensi tinggi adalah Sumatera dengan 55,08 miliar ton (sumber daya) dan 12,96 miliar ton (cadangan).

“Mau tidak mau, batubara masih menjadi andalan Indonesia dalam penyediaan energi dengan harga terjangkau. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di kawasan Asia Pasifik,” jelas Ridwan dikutip dari asiatoday.id.

Pada 2021 ini, batubara ditargetkan mencapai produksi sebesar 625 juta ton. Dari jumlah tersebut, kebutuhan batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) ditargetkan dapat mencapai 137,5 juta ton. Adapun pada tahun 2020 sendiri, realisasi produksi batubara Indonesia berada di angka 558 juta ton. Sekitar 134 juta ton dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berdasarakan data Minerba One Data Indonesia (MODI), per 26 Juli 2021, realisasi produksi batubara Indonesia sebesar 328,75 juta ton dengan rincian 96,81 juta ton (realisasi domestik), 161,99 juta ton (realisasi ekspor), dan 52,22 juta ton untuk DMO.

“Saat ini 80 persen batubara untuk pembangkit listrik,” ungkap Ridwan.

Batubara sendiri masih menjadi tumpuan bagi kawasan Asia Pasifik dalam penyediaan energi yang terjangkau dan murah. Kawasan tersebut memiliki kapasitas batubara dan pembesar saat ini (76 persen) termasuk rencana pengembangannya (94 persen).

“Sebelum pandemi, Asia Pasifik ini hot spotnnya pertumbuhan ekonomi dunia,” urai Ridwan.

Sejalan dengan langkah menekan penurunan emisi gas rumah kaca yang berasal dari sektor energi, Kementerian ESDM mencari terobosan baru melalui penggunaan teknologi berbasis energi bersih. Hal ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan batubara di Indonesia.

“Salah satu upaya Pemerintah saat ini adalah mendorong agar batubara dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan lingkungan. Kita selalu berusaha menggunakan teknologi batubara dengan cara yang lebih bersih,” tegas Ridwan.

Ridwan mengakui dari total 1.262 Giga Ton emisi CO2 yang dihasilkan di Indonesia, sebanyak 35 persen berasal dari pembangkit listrik batubara.

“Di sisi lain, ini bisa menjadi potensi Indonesia memproduksi metanol,” ungkap Ridwan.

Menurut Ridwan, ada dua tantangan yang tengah dihadapi dalam, yaitu pengusaan teknologi dan menciptakan skala keekonomian.

“Tantangan ini besar sekali sehingga berbagai proyek hilirisasi batubara yang sudah dicanangkan belum sesuai ekspektasi,” jelasnya.

Teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), sambung Ridwan, diyakini akan mengurangi emisi CO2 akibat pembakaran batubara.

“Berdasarakan studi PLN dan World Bank tahun 2015, CCUS secara teknis layak untuk dikembangkan di Indonesia,” pungkasnya. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU