60 Juta Anak Kehilangan Masa Indah, Indonesia dalam Ancaman Lost Generation

311
Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia harus berjuang keras untuk membangun kembali masa depan generasinya. Pasalnya, lebih dari 80 juta anak di negeri itu tidak sedang baik-baik saja. Dari angka itu, sekitar 60 juta anak  kehilangan masa indah di sekolah. Bahkan, sebagian tidak bisa melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena fasilitas yang tidak tersedia.

Situasi ini harus menjadi perhatian serius seluruh elemen bangsa. Jika tidak, Indonesia kini menghadapi ancaman lost generation (kehilangan generasi). Juru Bicara Pemerintah Indonesia untuk Covid-19, dr Reisa Broto Asmoro mendengungkan hal itu pada momentum Hari Anak Indonesia (HAN) 2021, Jumat (23/7/2021).

“Banyak anak yang kehilangan kesempatan belajar, bersekolah,  bermain dan mengenal alam terbuka,” kata Reisa dikutip dari asiatoday.id.

Reisa mengungkapkan, selain masalah pandemi, masih banyak anak yang mengalami perundungan atau tindakan bully, diskriminasi, dan kekerasan verbal di media sosial. Selain itu, beberapa anak terpuruk karena kesulitan ekonomi keluarga karena orang tua terpaksa kehilangan pendapatan. Oleh karena itu, tekanan dan beban mental saat menjalani pandemi pasti tidak mudah bagi anak Indonesia.

“Yang paling membuat sedih, beberapa dari anak Indonesia, kehilangan orang tua mereka yang tidak dapat diselamatkan pada saat menderita Covid-19,” ujar Reisa.

Menurut Reisa, pada situasi pandemi ini, anak Indonesia harus dilindungi agar masa depan mereka jauh lebih baik sejalan dengan tema HAN 2021; “Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Situasi pandemi Covid-19 yang berkelanjutan telah menyebabkan krisis atas hak-hak anak. Sejumlah anak telah terpaksa harus kehilangan salah satu atau kedua orang tua karena Covid-19.

“Pandemi Covid-19 telah muncul sebagai krisis atas hak anak. Anak-anak kehilangan orang tua dan pengasuhnya karena Covid-19, membuat mereka sangat rentan dan tanpa pengasuhan orang tua,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti.

Menurut Retno, jika merujuk pada kasus Covid-19 di India per 5 Juni 2021 usai lonjakan kasus Covid-19 maka 3.632 anak menjadi yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal akibat Covid-19. Selain itu, 26.176 anak kehilangan salah satu orang tua karena Covid-19.

“Data serupa bisa saja menimpa anak-anak Indonesia pascalonjakan kasus Covid-19 di Indonesia dua bulan terakhir,” kata Retno.

Retno meminta pemerintah daerah melakukan pemilahan data secara rinci terkait jumlah anak yang terdampak akibat Covid-19 di Indonesia. Khususnya, anak-anak yang menjadi yatim/piatu atau yatim piatu karena orangtuanya meninggal akibat Covid-19.

Retno menambahkan pandemi juga meningkatkan jumlah anak yang putus sekolah karena alasan ekonomi. Di antaranya, mereka yang tidak mampu membayar SPP selama berbulan-bulan, serta tidak memiliki alat daring, sehingga harus bekerja membantu orang tuanya, bahkan memutuskan menikah dalam usia anak.

“Pada 2020 ada 119 kasus anak putus sekolah karena menikah dan pada April 2021 mencapai 33 kasus. Padahal pemerintah sedang menurunkan angka perkawinan anak,” ujar Retno.

KPAI mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan beasiswa dan fasilitas belajar daring untuk mencegah anak-anak putus sekolah. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU