Wabah Covid-19 Kini Jadi Malapetaka di Asia
JENEWA, LENTERASULTRA.COM – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan kepada seluruh negara untuk membangun solidaritas dalam upaya melawan pandemi Covid-19. Pada Rabu (7/7/2021), WHO telah mengumumkan bahwa pandemi virus corona telah merenggut nyawa 4 juta orang sejak awal kali merebak. Namun, WHO menduga bahwa jumlah kematian sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.
“Kami baru saja melewati tonggak tragis dari 4 juta kematian Covid-19 yang tercatat, yang kemungkinan meremehkan jumlah korban secara keseluruhan,” kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, dikutip dari asiatoday.id.
Tedros kembali meningkatkan kekhawatiran atas disparitas vaksin Covid antara negara-negara kaya dan miskin. Dia mendesak kolaborasi yang lebih besar di antara negara-negara untuk memerangi pandemi dari sudut pandang moral, epidemiologis, atau ekonomi.
Pernyataan Tedros datang ketika segelintir pemerintah Eropa telah melonggarkan pembatasan mereka, seperti Prancis, atau membuang langkah-langkah domestik sepenuhnya, seperti Islandia, atau berniat dalam waktu dekat, seperti Inggris.
Namun, banyak negara di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan berjuang untuk menahan virus karena menimbulkan malapetaka pada sistem perawatan kesehatan mereka.
Satu studi oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington yang diterbitkan dalam British Medical Journal pada bulan Mei mengklaim bahwa jumlah korban yang dilaporkan saat itu sebesar 3,27 juta jiwa terlalu rendah. Sebaliknya, kematian global akibat Covid diperkirakan sudah sekitar tujuh juta jiwa, atau dua kali lipat dari jumlah resmi.
Studi tersebut menemukan bahwa negara-negara utama yang diperkirakan memiliki angka kematian lebih tinggi daripada yang tercatat secara resmi adalah India, Mesir, dan Meksiko.
Di bawah angka resmi, menurut data WHO, AS telah mencatat angka kematian tertinggi dari pandemi dengan lebih dari 600.000 kematian. Brasil menyusul di peringkat kedua dengan lebih dari 525.000 kematian, dan India di peringkat ketiga dengan lebih dari 403.000 kasus. (ATN)