Dibanding AS, UE dan Australia, Indonesia Lebih Baik dalam Mengatasi Kebakaran Hutan
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah Indonesia mengklaim berhasil menurunkan 91,84 persen luas area kebakaran hutan dan lahan pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kebakaran hutan di Indonesia pada tahun lalu mencapai 300.000 hektare. Sementara itu di Amerika Serikat (AS) seluas 3,5 juta hektare, di Uni Eropa seluas 400.000 hektare, hutan amazon seluas 2,2 juta dan 18,6 juta hektare di Australia pada periode yang sama.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, di tengah banyaknya kebijakan perdagangan yang restriktif dari negara-negara Eropa, Indonesia memang bertekad untuk menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (SDGs).
“Indonesia akan memimpin dengan memberikan contoh (leading by example),” kata Menko Airlangga dikutip siaran pers Jumat (16/4/2021).
Indonesia juga memimpin forum dialog Forest, Agriculture and Commodity Trade (FACT) sebagai co-chair bersama dengan Inggris, selaku tuan rumah KTT Perubahan Iklim COP26. Forum ini merupakan salah satu side event yang akan diselenggarakan sepanjang tahun dalam rangkaian kegiatan menuju Sidang Perubahan Iklim COP26 yang agenda puncaknya akan diadakan pada bulan November di Glasgow, Inggris. Pertemuan awal pejabat negara setingkat Menteri (First Ministerial Roundtable) dari 26 negara telah dilakukan pada Kamis (15/4).
Conference to The Parties (COP) merupakan konferensi pengambilan keputusan tertinggi terkait Konvensi Kerangka Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Framework Convention on Climate Change – UNFCCC).
“Pertemuan perdana tingkat menteri ini memberi kita kesempatan untuk melakukan dialog terbuka antara negara-negara produsen dan konsumen dalam masalah keberlanjutan guna mempromosikan dan meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial serta perlindungan lingkungan,” kata Airlangga, dikutip dari asiatoday.id.
Menko Airlangga juga menjelaskan upaya yang telah dilakukan Pemerintah dalam mewujudkan produksi dan perdagangan berkelanjutan yaitu, pertama, penerapan sistem jaminan legalitas kayu dan minyak sawit berkelanjutan (ISPO). Kedua, upaya mengurangi kayu illegal dan deforestasi. Ketiga, upaya restorasi dan rehabilitasi lahan gambut, serta. Keempat, penetapan lahan konservasi.
“Upaya dilakukan untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen di 2030 dan bahkan bukan tak mungkin dengan dukungan kerjasama internasional diperkirakan dapat dikurangi hingga 41 persen emisi di 2030,” jelasnya.
Pertemuan ini menyepakati Joint Statement on Principles for Collaboration under the Sustainable Forest Management, Agriculture and Commodity Trade (FACT) Dialogue. Lebih lanjut, forum menyepakati pembentukan empat kelompok kerja, antara lain, pertama, Trade and Market Development. Kedua, Smallholder Support. Ketiga, Transparency and Tracebility. Dan keempat, Research, Development and Innovation yang akan segera menyusun Peta Jalan (Roadmap) mengenai langkah konkret yang dapat diambil oleh Pemerintah.
Sementara itu, Menteri Pasifik dan Lingkungan Inggris, Lord Zac Goldsmith menyampaikan pentingnya membangun momentum dan meningkatkan kolaborasi dalam menyusun peta jalan dan merumuskan aksi-aksi konkret untuk dapat disepakati nantinya pada Sidang Perubahan Iklim COP26 di Glasgow. Undangan dan tawaran Co-chairmanship Dialog FACT kepada Indonesia merefleksikan pengakuan Inggris terhadap komitmen kuat Indonesia dalam penanganan di bidang perlindungan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
“Terdapat peluang bagi dunia untuk melakukan suatu pendekatan yang berkelanjutan antara pemanfaatan lahan dan produksi komoditas senilai USD 4,5 triliun setiap tahun hingga 2030, seraya menjaga lingkungan,” ujar Lord Goldsmith. (ATN)