Lestarikan Lingkungan Hidup, Masyarakat Adat Hukaea Laea Konsisten Jaga Hutan

1,267
Masyarakat adat Hukae Laea saat melakukan acara prosesi pelepasan tahun panen dan penyambutan tahun tanam (mewuwusoi) Foto : Dok Pribadi Heriyanti

BOMBANA, LENTERASULTRA.COM- Keberadaan Masyarakat Adat Moronene Hukaea Laea di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggata masih ada dan menjadi bagian dari komponen masyarakat yang harus diakui, dihormati, dilindungi, dan diberdayakan oleh Negara. Bahkan oleh Pemda Bombana,  pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat dan hak tradisionalnya diatur dalam  peraturan daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015.

Pengakuan negara terhadap masyarakat adat dan hutan adatnya tidak hanya mengubah karakter hubungan negara dan masyarakat adat, tetapi juga sebagai bentuk pengakuan atas kearifan lokal dalam melestarikan hutan. Atas dasar ini, hutan dan masyarakat adat adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Masyarakat adat Hukaea Laea, yang mendiami Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW)  Sulawesi Tenggara, juga menerapkan hal ini.

“Konsep memenuhi kebutuhan hidup, tanpa merusak alam termasuk hutan menjadikan masyarakat hukum adat sebagai komunitas yang paling ramah lingkungan dan dapat tetap eksis dari masa ke masa dengan kekhasannya berupa kearifan lokal,” kata Heryanti, SH, MH saat melakukan penelitian di kawasan masyarakat hukum adat Moronene Hukaea Laea di Kampung adat Hukaea Laea, Kabupaten Bombana, Oktober 2020 lalu.

Wakil Dekan II Fakuktas Hukum  Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari ini menambahkan,
berbagai bentuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat hukum adat menjadi pengetahuan untuk tetap dapat menjaga keberlangsungan hidup komunitas masyarakat hukum adat.

Heryanti bilang, menjaga keberlangsungan hidup di kampung adat Hukaea Laea dilakukan dengan memelihara keselarasan hubungan manusia dengan alam. “Selama manusia menjaga alam maka alampun akan menjaga dan memenuhi kebutuhan manusia,” kata Heryanto saat melakukan penelitian bersama
Dr. Herman, SH, LL.M serta
Dr. Guswan Hakim, SH, MH.

Perempuan berhijab ini menambahkan, masyarakat hukum adat memiliki pengetahuan menjaga hutan.
Antara lain tentang pengelolaan hutan agar tetap lestari, pemanfaatan lahan dan hasil hutan sesuai kebutuhan, penghormatan terhadap alam dengan tradisi berupa upacara-upacara adat serta pengetahuan obat-obatan yang berasal dari alam.

Terkait dengan pola hidup sehat yang sekarang sedang gencar diterapkan dalam masyarakat,   masyarakat hukum adat Hukaea Laea kata Heryanti  justru telah lama menerapkannya secara turun temurun. Seperti menempatkan gumbang (tempat air dari tanah) pada setiap depan pintu rumah sehingga siapapun harus membersihkan diri minimal tangan dan kaki terlebih dulu sebelum memasuki rumah.

PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

Keberadaan masyarakat hukum adat tak dapat dilepaskan dari peran lembaga adat sebagai lembaga tertinggi yang berperan dalam pengaturan kehidupan masyarakat hukum adat. Heryanti mengungkapkan,  perkembangan masyarakat secara umum ikut berpengaruh pada kehidupan masyarakat hukum adat terutama dalam pola hubungan dengan sumber daya alam.

“Diperlukan peran lembaga adat untuk tetap mempertahankan dan melestarikan pola-pola kehidupan yang selama ini telah dilaksanakan masyarakat hukum adat karena pola-pola tersebut terbukti  mampu dijaga oleh masyarakat hukum adat,” sambungnya.

Masyarakat hukum adat Moronene Hukaea Laea sebagai masyarakat hukum adat yang diakui keberadaannya melalui Perda Kabupaten Bombana Nomor 4 Tahun 2015, memiliki kelembagaan adat sebagai kelembagaan tertinggi dalam masyarakat hukum adat. Lembaga ini mengatur masyarakat hukum adat berlandas hukum adatnya.

Pengetahuan tentang menjaga kelangsungan hidup terus dipelihara dan dijaga keberadaannya oleh lembaga adat. Mereka secara rutin melaksanakan tradisi-tradisi atau upacara-upacara adat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi masyarakat adat Moronene Hukaea Laea.

Penguatan peran lembaga adat memberikan pengaruh kuat pada upaya pelestarian pengetahuan yang dimiliki masyarakat adat Moronene Hukaea Laea dimana peran ini banyak dilaksanakan oleh pimpinan tertinggi lembaga adat (mokole) sebagai simbol pimpinan yang dihormati dan ditaati oleh masyarakat adat Moronene Hukaea Laea.

Selain pandai mengelola hutan, masyarakat adat Hukaea Laea juga mengelompokkan hutan dalam tiga zona. Mansur Lababa, ketua adat Hukaea Laea merinci,   pertama hutan Inalahi Pue. Ini  adalah zona inti dari hutan rimba yang lebat dan luas. Hutan ini tidak boleh diolah oleh manusia dengan luas wilayahnya 4.623 hektar.

Kedua Inalahi Popalia. Oleh masyarakat adat Hukae Lara hutan ini adalah hutan keramat yang dipercaya terdapat makhluk halus dan secara turun temurun  tidak diganggu oleh manusia dan di dalamnya terdapat Mata Buntu (sumber mata air) serta sebagai tempat perlindungan segala jenis hewan. Luas wilayahnya  sekitar 2,599 hektar.

Sedangkan zona hutan yang ketiga adalah Inalahi Peumaa. Kawasan hutan ini merupakan areal perkebunan yang sewaktu-waktu dapat diolah masyarakat. “Luasnya sekitar  2,420,” kata Mansur Lababa. (Adhi)

 

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU