Kalah di Pengadilan, PT Baula Dituntut Reklamasi Lahan Masyarakat yang Dikeruk
KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan (Konsel) menjatuhkan hukuman pemulihan atau pengembalian lahan warga yang rusak akibat aktivitas pertambangan oleh PT Baula Petra Buana (BPB). Hal itu usai Pengadilan mengabulkan gugatan warga tentang lahan di lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dirasa melanggar hukum.
Muhamad Juhir Silondae yang bertindak sebagai Penggugat menganggap lahan 45 hektar yang selama ini dikuasai PT Baula Petra Buana secara tidak benar. Ia pun menang dalam gugatan perdata setelah majelis hakim pengadilan negeri Andoolo mengabulkan gugatannya.
Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman PT Baula karena memandang aktivitas pertambangan yang selama ini dilakukan perusahaan dianggap sebagai tindakan pidana melawan hukum. Sehingga majelis hakim meminta agar perusahaan tersebut mengembalikan atau memulihkan lokasi lahan yang selama ini telah dikeruk dengan cara direklamasi.
“Putusan ini berlaku berdasarkan Nomor Putusan 13 Pdt. G/ Tahun 2019,” tutur Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andolo.
Sementara itu, Andre Darmawan selaku Kuasa Hukum Muhamad Juhir Silondae mengatakan, keputusan majelis hakim PN Andoolo yang mengabulkan gugatan masyarakat itu sudah tepat. Hanya saya masih ada beberapa poin gugatan lainnya yang tidak dikabulkan oleh majelis hakim.
Poin gugatan lainnya yang tidak dikabulkan oleh majelis yakni ada permohonan penggantian inmateril dan materil senilai Rp84 miliar dari lahan yang dikelola PT Baula Petra Buana sejak tahun 2016. Andri Dermawan mengaku, akan mengajukan bukti-bukti baru untuk poin permohonan tersebut sehingga dapat dikabulkan oleh majelis hakim.
“Semua yang dijual tersebut adalah milik sah klien saya. Jadi, seharusnya ada inmateril dan materil. Mereka melakukan aktivitas pertambangan dan diperkirakan mengirim 90 tongkang,” ungkap Andre saat ditemui di kantornya, Rabu (16/9/2020).
Ia menjelaskan, gugatan izin usaha pertambangan di lahan seluas 45 hektar pertama kali diajukan pada 2019 lalu dan baru diputuskan oleh pengadilan pada 2020. Selama proses persidangan itu, Andri mengatakan telah menunjukkan bukti-bukti dokumen kepemilikan lahan yang diperoleh dari kliennya.
Bahkan, Andre menilai PT Baula tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat terkait klaim kepemilikan lahan itu. Sehingga lahan 45 hektar yang selama ini dikelola perusahaan tersebut tak berdasar.
“Lahan tersebut dikuasai sejak tahun 1980-an oleh klien saya. Sementara PT Baula Petra Buana baru membuat IUP tahun 2009 dengan dasar membeli lahan tersebut dari masyarakat,” lanjutnya.
Bahkan, Dalih PT Baula Petra Buana yang mengklaim lahan itu dianggap sudah tidak berlaku. Sebab klaim itu sudah dibatalkan dari putusan gugatan sebelumnya tahun 2012 terkait pemalsuan akta jual beli.
“Ini lahan dulu dikuasai oleh PT Ifisdehco HGU. Namun, kita gugat juga saat itu PT Ifisdehco kalah di pengadilan dan menyatakan lahan tersebut milik masyarakat bernama Juhir Silondae. Jadi sudah sangat jelas bahwa PT Baula Petra Buana melakukan aktivitas tambang dilahan milik orang lain,” pungkas Andre Darmawan. (B)
Reporter: Laode Ari
Editor: Wulan