Gelombang Resesi Singapura Ancam Putaran Ekspor dan Impor Indonesia
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Resesi ekonomi yang dialami Singapura akan berefek ke Indonesia. Pasalnya, Singapura memegang peran sebagai fasilitator kegiatan ekspor dan impor Indonesia.
“Resesi ini perlu diwaspadai terutama pada ekspor Indonesia dan inbound investasi asal Singapura di Indonesia ikut tertekan karena daya beli masyarakat Singapura menurun,” jelas Waketum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi Rabu (15/7/2020).
Menurut Shinta, Singapura memiliki keterikatan ekonomi yang kuat dengan Indonesia dalam perdagangan dan investasi. Banyak ekspor dan impor Indonesia yang difasilitasi oleh jasa perdagangan, logistik, dan jasa keuangan Singapura.
Bahkan hingga akhir 2019, Singapura masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 Indonesia di seluruh dunia dan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia di ASEAN. Singapura juga merupakan sumber FDI terbesar Indonesia hingga kuartal I-2020.
Ia memandang, resesi Singapura terjadi karena turunnya kinerja dan kontribusi ekonomi di sektor konstruksi, retail, dan pariwisata. Sementara kegiatan ekonomi di sektor jasa lebih berorientasi domestik atau pelaku usaha dan pasar pengguna jasanya ada di dalam negeri.
“Kinerja sektor jasa-jasa penting pendukung perdagangan dan aliran dana investasi ke Indonesia di Singapura menjadi kurang produktif,” jelasnya.
Mengutip Asiatoday.id, Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) Singapura sebelumnya mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal kedua negara itu turun 12,6 persen secara year on year (yoy). Angka ini turun 0,3 persen dibandingkan triwulan pertama.
Melansir Xinhua, Selasa (14/7/2020), kontraksi PDB ini terkait tindakan Circuit Breaker/CB (pemutus sirkulasi) yang dilaksanakan dari 7 April hingga 1 Juni 2020 untuk memperlambat penyebaran covid-19.
Hal tersebut mencakup penangguhan layanan tidak penting dan penutupan sebagian besar tempat kerja. Serta lemahnya permintaan eksternal di tengah penurunan ekonomi global yang dipicu oleh pandemi.
Pada basis tahunan yang disesuaikan secara musiman kuartal ke kuartal, ekonomi Singapura menyusut 41,2 persen pada kuartal kedua jika dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya. Adapun sektor manufaktur Singapura meningkat 2,5 persen yoy di kuartal kedua, berkat lonjakan output di klaster manufaktur biomedis.
Sementara sektor konstruksi mengalami kontraksi sebesar 54,7 persen yoy, penurunan signifikan triwulan sebelumnya yang turun 1,1 persen. Sedangkan industri yang memproduksi jasa mengalami kontraksi 13,6 persen yoy, lebih curam dari penurunan triwulan sebelumnya sebesar 2,4 persen. (ATN)