Penanganan Covid-19 di Indonesia Paling Buruk di Asia Tenggara

728

 

Penumpukan penumpang di Bandara Internasional Soekarno-Hatta —ist–

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Penanganan pandemi coronavirus (Covid-19) di Asia Tenggara kini menjadi sorotan, utamanya Indonesia. Vietnam dan Thailand menjadi negara di Asia Tenggara yang paling awal mampu mengendalikan wabah mematikan ini, disusul kemudian Brunei Darussalam dan Kamboja. Di saat yang sama Indonesia masih harus berjibaku memetakan persebaran Covid-19 tanpa arah yang jelas.

Mengutip Asiatoday.id, vietnam pada Kamis, 23 Maret melonggarkan aturan menjaga jarak sosial. Karantina wilayah yang ketat menjadi kunci Vietnam mengendalikan virus corona.

Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Thailand yang mulai melonggarkan aturan lockdown. Thailand bahkan telah mengizinkan warganya bisa berolahraga di taman, memotong rambut di tempat cukur serta makan di luar rumah untuk pertama kalinya pada Minggu, 3 April.

Thailand juga mengizinkan shalat Idul Fitri di masjid-masjid yang terletak di daerah tanpa kasus yang terinfeksi (zona hijau). Sheikul Islam Thailand, Aziz Phithakkhumphon, mengatakan situasi Covid-19 di kerajaan telah membaik.

Malaysia juga mengizinkan masyarakat untuk salat berjamaah di masjid di tengah pandemi virus corona. Menteri Agama Malaysia Zulkifli Mohamad mengatakan bahwa warga diperbolehkan salat berjamaah di masjid-masjid yang masuk dalam zona hijau Covid-19. Tapi masjid tidak boleh melebihi 30 orang, tidak termasuk imam.

“Keputusan ini sejalan dengan pertemuan Dewan Keamanan Nasional, dan setelah pertemuan saya dengan Perdana Menteri (Muyiddin Yassin) pada hari Selasa,” kata Zulkifli melansir Malay Mail, Jumat (15/5/2020).

Keputusan Malaysia, Thailand dan Vietnam melonggarkan lockdown berdasarkan kurva virus corona yang menurun.

PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

Merujuk data Endcoronavirus (ECV), jika dibandingkan dengan kurva virus corona Singapura, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Vietnam, hanya Indonesia saja yang kurvanya melonjak tanpa penurunan signifikan.

EndCoronavirus (ECV) adalah koalisi sukarela internasional yang didukung 4.000 relawan yang terdiri dari para ilmuwan, pengorganisir komunitas, aktivis, pengusaha, dan individu.

Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini menilai kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) paling buruk dibanding negara-negara di Asia Tenggara.

“Dengan melihat fakta yang ada dan kurva yang masih terus meningkat, maka atas dasar apa wacana dan rencana pelonggaran akan dilakukan? Baru wacana saja sudah semakin tidak tertib dan PSBB dilanggar secara massal di berbagai kota di Indonesia tanpa bisa diatur secara tertib oleh pemerintah,” kata Didik melalui keterangan tertulisnya, yang diterima Kamis (21/5/2020).

“Keadaan ini terjadi karena pemerintah menjadi masalah kedua setelah masalah Covid-19 itu sendiri. Pemerintah tidak menjadi bagian dari solusi, tetapi masuk ke dalam menjadi bagian dari masalah,” lanjutnya.

Menurut Didik, potensi kegagalan suatu kebijakan publik, sudah terjadi di awal ketika komunikasi seperti ini bukan hanya tidak baik atau buruk tetapi bahkan salah kaprah sehingga kebijakan tidak efektif. Hasil dari kebijakan tersebut terlihat pada saat ini di mana terjadi kebingungan publik di tengah simpang siur kebijakan yang tidak konsisten.

“Presiden harus berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pelonggaran dan wacana pelonggaran yang sudah salah kaprah dan ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarakat luas,” jelasnya.

Dikatakan, baru wacana pelonggaran PSBB saja sudah semakin tidak tertib dan dilanggar secara massal di berbagai kota di Indonesia tanpa bisa diatur secara tertib oleh pemerintah.

Keadaan ini terjadi karena pemerintah menjadi masalah kedua setelah masalah Covid-19 itu sendiri. Pemerintah tidak menjadi bagian dari solusi, tetapi masuk ke dalam menjadi bagian dari masalah.

“Peringatan yang harus disampaikan di sini bahwa pelonggaran dan wacana pelonggaran yang tidak berhati-hati tanpa pertimbangan data yang cermat sama dengan masuk ke dalam jurang kebijakan Herd Immunity. Yang kuat sukses sehat, yang lemah tewas. Ini bisa dianggap sebagai kebijakan pemerintah menjerumuskan rakyatnya ke jurang kematian yang besar jumlahnya,” tandasnya. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU