Ali Mazi Diduga Menabrak Aturan, Nonjob Pejabatnya Tanpa Rekomendasi KASN

866
Nurhasni, Asisten komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara bidang promosi dan advokasi

KENDARI, LENTERASULTRA.COM- Pemberhentian sejumlah pejabat eselon dua dilingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bisa berbuntut panjang. Mutasi besar-besaran yang dilakukan Ali Mazi beberapa jam pasca acara ground breaking RS Jantung dan pembuluh darah Kamis (29/8/2019), ternyata tidak diketahui apalagi memiliki rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Gubernur Sultra ini pun diduga menabrak aturan akibat kebijakannya tersebut.

“Kalau mutasi eselon dua terkait non job itu (pemberhentian sejumlah Kadis di Pemprov Sultra, red), kami tidak pernah memberikan rekomendasi,” kata Nurhasni, Asisten Komisioner KASN bidang promosi dan advokasi ketika dihubungi via ponselnya, Jumat (30/8/2019). Alumni S-2 Yokohama National University Japan ini menegaskan, untuk urusan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi, KASN sangat selektif bahkan tidak begitu gampang untuk mengeluarkan rekomendasi.

Nurhasni bilang, untuk kasus pemberhentian sejumlah pejabat eselon dua di Pemprov Sultra itu, baru diketahui dari pemberitaan m sejumlah media termasuk lenterasultra.com Jumat (30/8/2019), pagi. Olehnya itu, pihak KASN akan membentuk tim untuk menyelidiki dan mengklarifikasi terkait kebenaran dan penyebab sehingga Kepala Dinas dan Kepala Badan yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dinonjob massal.

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

“Kasus ini (non job) sudah kami arahkan ke tim penyelidikan. Yang pasti, untuk rekomendasi pemberhentian tidak gampang kami berikan, apalagi untuk pejabat pimpinan tinggi (JPT). Kecuali sudah terbukti melanggar dan ini pun ada prosesnya yang harus dilewati” tegasnya.

Nurhasni menambahkan, jika dalam proses pemberhentian sejumlah JPT itu tidak memiliki kesalahan, maka itu patut diduga menabrak aturan. Karena, untuk memberhentikan Pegawai Negeri Sipil  (PNS) maupun pejabat pimpinan tinggi, ada persyaratannya. Diantaranya, melakukan pelanggaran dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap, PNS yang bersangkutan ingin melanjutkan pendidikan serta minta mundur dari jabatannya. “Hal-hal ini yang perlu diselidiki dan diklarifikasi,” sambungnya.

Begitu juga dengan pengangkatan Pelaksana Tugas (PLT) pasca pencopotan sejumlah kepala dinas di Pengprov Sultra. Jika penunjukan PLT itu karena kekosongan jabatan di sejumlah SKPD maka itu dibenarkan. Namun jika penunjukan PLT akibat pemberhentian pejabat sebelumnya dianggap tidak benar, maka itu jelas-jelas salah. Nurhasni mengaku, khusus masalah di Pengprov Sultra itu dianggap sangat menarik untuk diselidiki dan diklarifikasi, sebab pejabat pimpinan tinggi yang diberhentikan termasuk besar-besaran karena kurang lebih belasan orang.

Penulis : Yadhi

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU