Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Tuding Jokowi Gunakan APBN untuk Menangkan Pilpres
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mulai membeberkan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang diduga dilakukan calon presiden nomor urut 01 yang juga petahana Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Umum Presiden 2019.
Ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) menyebut bahwa Jokowi menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan program pemerintah untuk mendukung kepentingannya.
“Paslon 01 menggunakan posisinya sebagai presiden yang juga petahana, untuk menggunakan instrumen berupa anggaran belanja dan program pemerintah untuk mempengaruhi pemilih dalam Pilpres 2019,” cetus BW di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, (14/6/2019).
Penyalahgunaan APBN dan Program Kerja Pemerintah antara lain menaikan gaji dan membayar rapelan gaji PNS, TNI, dan Polri, menjanjikan pembayaran gaji ke-13 dan THR lebih awal, menaikan gaji perangkat desa, menaikkan dana kelurahan, mencairkan dana bansos, menaikkan dan mempercepat penerimaan Program Keluarga Harapan dan menyiapkan skema rumah DP 0% untuk ASN, TNI, dan Polri.
Menurut BW, sekilas ini biasa dilakukan. Namun, dengan pengkajian, akan sangat mudah dipahami ini adalah bentuk dari penyalahgunaan. Hal tersebut terlihat dari alurnya yang tidak wajar. Dimana, seluruh kebijakan petahana Jokowi, waktunya dilakukan berdekatan, atau bahkan beberapa saat menjelang hari pencoblosan pilpres 2019, yaitu pada awal tahun hingga pertengahan April 2019.
Lebih lanjut BW menjelaskan, alur tidak wajar itu dapat dilihat dari inkonsistensi petahana dalam kenaikan gaji untuk para ASN. Inkonsistensi itu, kata Bambang, dapat dilihat dari debat pertama Pilpres 2019 yang berlangsung di bulan Januari 2019 lalu.
“Padahal 17 Januari 2019 petahana Joko Widodo menolak ide kenaikan gaji tersebut, karena dianggap tidak sejalan dengan reformasi birokrasi dan disebut gaji ASN kita sudah cukup dengan tunjangan kinerja yang sudah besar,” jelas BW.
Atas dasar itu, patut diduga petahana telah melakukan money politic secara sistematis karena telah menggunakan jabatannya untuk menggunakan kebijakan yang sifatnya jangka pendek.
“Jika gaji bukanlah kebijakan jangka panjang pemerintahan tapi jangka pendek pragmatis dari Capres Joko Widodo sebagai petahana untuk mempengaruhi penerima manfaat dari penerima gaji tersebut yaitu para pemilih Pilpres dan keluarganya,” tukas BW.