Nickel Ore Dikapalkan Meski Berkas Tak Lengkap, KPK Dalami Masalah Tambang di Sultra
KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Isu pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) masih menjadi hal menarik untuk diperbincangkan. Ini lantaran persoalan tambang di Bumi Anoa tersebut kian memprihatinkan. Bagaimana tidak, 22 perusahaan tambang yang ada di Konawe Selatan (Konsel), Konawe Utara (Konut) dan Bombana masih melakukan penjualan nickel ore tanpa melalui surat keterangan verifikasi (SKV).
Bahkan mereka masih diperbolehkan melakukan pengapalan ore nikel. Padahal mereka tidak memiliki Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB), KTT, Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Jasa Pertambangan dari Dinas ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) Sultra.
Kabar ini, sudah sampai ke telinga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK katanya, siap mendampingi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra untuk menyelesaikan permasalahan tambang yang ada di daerah tersebut.
“Soal tambang, memang lagi panas itu. Kami siap dampingi itu, memang penting. Aneh itu tambang kalau tidak lengkap dokumen, tapi bisa dikapalkan,” tutur Koordinator Wilayah VIII KPK, Aldiansyah Malik Nasution, dalam rapat di Kantor Gubernur Sultra, Kamis, (14/2/2019).
Selama bulan Januari-Februari 2019, tercatat bahwa 22 perusahaan tambang tersebut telah melakukan pengiriman ore nikel sebanyak 172 kapal ponton atau tongkang, baik ekspor maupun lokal. Rinciannya, ekspor 10 kapal dengan bobot 500 ton, sedangkan sisanya dikirim ke lokal.
Melihat fenomena dimana mereka tak memiliki sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, tapi tetap bisa melakukan pengapalan. Telunjuk Dinas ESDM Sultra secara otomatis mengacung kepada Syahbandar. Mereka menduga Syahbandarlah biang kerokn dari persoalan ini. Sebab merekalah yang memiliki otoritas penuh untuk memantau pergerakan kapal di pelabuhan.
Terkait hal ini, KPK mengaku belum dapat memastikan siapa yang perlu dimintai pertanggung jawaban. “Kalau memang ada syahbandar, kan harus tahu dulu yang mana ini yang bicara syahbandar, apakah semuanya mau bicara syahbandar. Itukan kalau bicara ekspor,” kata Aldiansyah ditemui usai rapat.
Aldiansyah hanya memastikan bahwa pihaknya akan mendalami persoalan tambang ini. Mengingat permasalahan yang terjadi bukan sebatas di situ saja, melainkan banyak persoalan lainnya. Seperti banyaknya pegawai dan pemilik tambang yang tidak memiliki kantor di daerah, padahal dalam aturannya itu jelas harus ada KTP dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
Sementara terkait persoalan IUP (Izin Uzaha Pertambangan) yang berstatus non CnC (Clean and Clear), tapi masih bisa produksi, ia mengaku sudah memiliki data lengkapnya. Namun ia akan mengkonfirmasinya terlebih dahulu kepada Dinas ESDM Sultra supaya lebih mudah dalam melakukan pemetaan.
“IUP yang sudah non CnC, tapi mereka masih produksi. Nah saya ingin tahu, dimana yang non CnC itu, karena saya punya data juga. Saya mau konfirmasi sama pak Andi (Plt Kadis ESDM Sultra) ini, betul mereka melakukan produksi, seperti apa kondisinya,” tuntas Aldiansyah.