Pesepakbola Muna Jadi Inspirasi Kemenangan Timnas

899
Saddil Ramadani (nomor 15) merayakan golnya yang memecak kebuntuan saat timnas U-19 melawan Timor Leste, di kualifikasi Piala Asia, kemarin di Korea Selataan
Saddil Ramadani (nomor 15) merayakan golnya yang memecak kebuntuan saat timnas U-19 melawan Timor Leste, di kualifikasi Piala Asia, kemarin di Korea Selataan

LENTERASULTRA.com-Nama Saddil Ramdani di kancah sepak bola nasional bahkan internasional makin berkilau. Pesepakbola asal Kecamatan Bonea, Kabupaten Muna itu kini sudah jadi langganan timnas U-19, termasuk skuad timnas senior.

Tak hanya itu, kehadirannya di lapangan seperti sebuah jaminan kemenangan bagi timnya. Itu dibuktikan dengan dua gol yang lahir dari kakinya, selama kualifikasi Piala Asia U-19 yang sekarang sedang digelar di Paju, Korea Selatan.

Saddil sempat jadi target perundungan publik sepakbola tanah air, akibat kartu merah yang ia peroleh ketika timnas melakoni laga semi final Sea Games 2017 melawan Thailand. Kala itu, Saddil terlihat dengan sengaja melakukan aksi tidak sportif.

Akibat kartu merah anak muda yang lahir 2 Januari 1999 itu, Indonesia keteteran menghadapi Thailand. Meski akhirnya bisa bermain imbang, tapi kemudian kalah di babak tos-tosan, alias adu penalti. Saddil dianggap jadi pemicu kekalahan itu.

Tapi putra Wa Ode Dai itu tak patah arang. Kini dipentas kualifikasi Piala Asia ia malah jadi bintang, bersama Eggy Maulana Fikri. Dua pertandingan awal, melawan Brunei Darussalam dan Timor Leste, Saddil selalu mencetak gol.

Yang paling membanggakan adalah golnya ke gawang Timor Leste, Kamis (2/11) kemarin. Di laga yang digelar di Paju Public Stadium, Korea Selatan itu, pelatih Indra Syafrie awalnya menyimpan sejumlah pemain unggulan seperti Egy Maulana Vikri dan Saddil Ramdani.

Tapi timnya tampak kesulitan membongkar pertahanan lawan yang juga bermain ngotot mengejar kemenangan. Hasilnya, babak pertama harus berakhir tanpa gol.  Indra langsung melakukan perubahan formasi setelah turun minum. Egy Maulana Vikry dan Saddil Ramdani masuk untuk menambah daya gedor.

Keputusan Indra tersebut sangat tepat. Sebab, lima menit setelah pergantian pemain, Saddil menjadi inspirasi kemenangan dan pesta gol timnya. Anak kedua dari empat bersaudara ini sukses mencetak gol di menit ke-51, disusul Hanis Saghara Putra di menit ke-60. Sementara tiga gol lain diborong oleh sang bintang Egy di sepuluh menit terakhir, masing-masing di menit ke-84, 88′ dan 90+1.

Saat menghadapi Brunei, tiga hari lalu, Saddil juga ikut mencatatkan namanya di papan skor setelah tendangan spekulasinya dari luar kotak penalti tidak mampu dihalau oleh Abdul Mutalip, penjaga gawang Brunei.

“Di babak pertama kami belum bisa cetak gol karena Timor Leste memeragakan cara permain yang sama dengan Brunei yakni melakukan pertahanan secara total dan rapat. Tapi, semua berubah di babak kedua setelah saya memaksimalkan pergantian pemain dengan memasukan Egy dan Saddil,” puji pelatih timnas Indra Syafrie.

Indra berharap, modal dua kemenangan tersebut tidak membuat para pemain lengah. Sebaliknya, mereka harus tetap fokus. Sebab, lawan yang akan mereka hadapi di laga berikutnya (4/11) adalah melawan tuan rumah Korea Selatan yang baru saja membekuk Brunei Darussalam dengan skor telak 11 gol tanpa balas.

Apa kata Saddil dengan golnya yang kemudian jadi inspirasi tim? Gelandang Persela Lamongan itu, mengaku sangat bersyukur karena dia bisa berkontribusi untuk kemenangan tim dengan mencetak satu gol. Apalagi, gol tersebut berhasil mendongkrak semangat para pemain.

“Ada sensasi tersendiri dengan mencetak gol pertama dalam kemenangan besar seperti ini,” kata pemain muda asal Pulau Muna itu. Ia menambahkan, tugas utama mereka dalam turnamen itu ada di laga berikutnya, melawan tuan rumah.

“Kami hanya mohon doa dan dukungannya dari seluruh warga Indonesia agar kami selalu bermain konsisten, fokus, dan maksimal,” harap pemain yang sudah mencetak dua gol selama kualifikasi tersebut.

Titian Saddil untuk merengkuh prestasi gemilang seperti saat ini tidak mudah. Ia melaluinya dengan air mata dan tempaan hidup yang sangat sulit. Kebanggannya kini ia persembahkan khusus untuk ibunya yang tegar melalui hidup yang getir.

Sejak kecil, Saddil sudah menekuni beragam cabang olahraga. Awalnya ia malah tertarik bermain bulutangkis, seperti halnya Apriani Rahayu, atlet dari Konawe yang kini namanya sudah mendunia.

Suatu hari, saat masih di kelas 3 SD, Saddil pernah ikut kompetisi bulutangkis tingkat kecamatan. Dia juara di turnamen itu. Sembari berjalan kali pulang, ia membawa sebuah amplop berisi uang, hadiah kemenangannya.

Ketika dibuka, sang ibu, Wa Ode Dai berlinang air mata. “Dia bawakan pulang saya uang Rp 1,2 juta,” kata Wa Ode Dai, seperti dikutip dari inilahsultra.com. Saat naik kelas, Saddil tak lagi semangat latihan bulu tangkis.

Dia mulai kepincut dengan sepakbola. Saddil mendesak dibelikan bola di penjual keliling. Tapi ibunya hanya bisa menahan getir. Bagaimana mau beli bola,  makan saja mereka susah.

Saddil berontak. Setiap benda yang menyerupai bola ditendangnya. Dia menjelaskan kepada ibunya bahwa ingin menjadi pemain bola dan masuk di timnas. Sang ibu malah pernah mengikat Saddil agar berhenti berontak.

Saddil tak patah arang, setiap pulang sekolah, Saddil langsung ke hutan mencari kayu untuk dijualnya. Seikatnya dihargai Rp 2 ribu. Saddil mampu menjual 10 ikat bakau ke bibinya, untuk membeli bola.

Sebelum meniti karir sebagai pemain profesional, Saddil Ramdani adalah pemain antar kampung. Hampir semua kejuaraan antarkampung di wilayah Tampo diikuti oleh Saddil. Bahkan, dia sempat diajak untuk tinggal di Tampo.

Setelah masuk di kelas 1 SMP Bonea, Saddil kembali aktif ikut kejuaraan.     Di usia Kelas 1 SMP, Saddil mewakili sekolahnya untuk mengikuti Liga Pendidikan Indonesia (LPI) pada 2012.

Pada 2015, di usianya yang sudah masuk SMA 4 Kendari, Saddil dipanggil untuk ikut pekan olahraga provinsi (Porprov) di Buton Utara dan memperkuat Kota Kendari. Hasilnya, mereka hanya dapat juara 2.

Sepulang dari Porprov, Saddil makin intens latihan. Setiap jam istrahat di sekolahnya, SMA 4 Kendari, Saddil selalu main bola sendiri. Bahkan, dia sempat adu jotos dengan seniornya karena berebut bola.

Tidak lama berselang, Saddil mendapatkan panggilan untuk sekolah di Sekolah Sepak Bola Aji Santoso International Football Academy (ASIFA). Masuknya nama Saddil berkat peran dua pelatihnya, Asrul dan Pehe (Abdul Razak) yang punya koneksi dengan Aji Santoso, pelatih sepakbola Indonesia.

Namun, untuk berangkat ke Malang, ibu Saddil tak punya uang. Terpaksa mereka meminjam di keluarganya. Saddil resmi bergabung di ASIFA pada tahun itu. Hanya butuh satu tahun, Saddil sudah ditarik memperkuat timnas. Bahkan, tenaganya dipakai klub Persela Lamongan, dan kini langganan timnas.(jpc/abi)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU