Jejak Peradaban Baru Retas di Muna
-Catatan Setahun Rumah Kita Memimpin-
Saat Ridwan Bae meninggalkan jabatan Bupati Muna, Juni 2010 silam, sebuah bangunan megah di tepi laut tak sempat ia tuntaskan. Bangunan yang dikemudian hari dinamai Masjid Al Munajat itu hanya sempat diberi atap seadanya. Tiang-tiangnya baru tuntas dicor, bahkan belum sempat diplester. Lantainya, baru berupa timbunan. Mimpi akan berdirinya sebuah masjid megah, Ridwan titip untuk penerusnya, LM Baharuddin.
Sayang, selama lima tahun mantan Kepala Dinas Kesehatan menjadi imam di tanah Muna, masjid itu tak kunjung kelar. Bahwa ada sentuhan tambahan, itu tak dinafikan. Tapi, alih-alih difungsikan, sampai akhir masa jabatannya sebagai Bupati Muna, LM Baharuddin tak bisa membuat rumah ibadah itu tuntas. Ia tetap seperti ketika Ridwan pergi. Meranggas dikelilingi belukar, merana tak terisi jamaah.
Hampir tujuh tahun berlalu, ketika kemudian datang sosok anak muda bernama Rusman Emba, yang lewat sebuah proses demokrasi ketat, ia dipilih menjadi Bupati. Dan, tepat tiga bulan ia dilantik bersama Malik Ditu, 2 September 2016 silam, mantan Ketua DPRD Sultra tersebut langsung memberi perbedaan. Masjid yang dulunya hanya bangunan nyaris kumuh, kini mentereng di tengah kota Raha.
Begitulah Rusman memberi kesan terhadap peradaban yang tengah ia retas di tanah Wuna. Negeri yang memulai kejayaannya di era raja Lakilaponto itu sedang “menagih” janji sang pemimpin baru, yang kini sedang memeringati setahun kepemimpinannya. Tapi, Rusman ternyata memberi lebih dari ekspektasi publik. Ia bergerak melampaui prediksi. Kalau tak semua puas, Rusman dan Malik masih punya empat tahun menyempurnakannya.
Menceritakan Muna di masa kini, mungkin terdengar berlebihan bila disebut sedang menunggu kemajuan besar yang segera lahir. Tapi faktanya, derap pembangunan tak setengah-setengah dikebut. Masjid Al Munajat yang terbengkalai tujuh tahun, hanya butuh tiga bulan untuk menuntaskannya. Kini masjid itu saban waktu salat, selalu penuh jamaah. Sore dan malam hari, bahkan jadi kawasan wisata, tempat warga berswafoto, menanti sunset tenggelam.
“Ini kan soal komitmen saja. Sebagai pemimpin, kita diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengelola kekuasaan itu dengan baik agar rakyat bisa merasakan kehadiran kita. Nah, masjid di Muna itu kan sudah lama terbengkalai. Padahal, tinggal beberapa sentuhan itu (masjid) sudah selesai. Sekarang, masyarakat sudah menikmati itu,” urai Rusman, Bupati Muna ketika ditemui jurnalis lenterasultra.com, di Kendari dua hari lalu.
Rusman bisa menjadi sedikit dari sosok pemimpin di negeri ini yang tak tertarik membangun ego. Ia bukan tipe kepala daerah yang ngotot membangun icon sendiri.
“Ngapain membuang-buang uang daerah untuk mencari ciri khas pembangunan sendiri jika bangunan-bangunan yang tak sempat tuntas di masa sebelumnya bisa dimaksimalkan fungsinya,” begitu Rusman mengomentari rencananya meneruskan proyek pembangunan RSUD Muna, yang dirintis LM Baharuddin.
Rumah sakit yang memang dirancang bertaraf internasional itu bakal segera difungsikan dalam waktu tak lama lagi. Kondisi rumah sakit yang ada saat ini memang sudah tak bisa lagi dipertahankan. Layanan kesehatan optimal jadi salah satu target utama Rusman. “Masih proses perampungan fasilitas. Kalau gedungnya, sudah memadai untuk digunakan. Doakan rumah sakit itu segera dioperasikan,” tandasnya.
Setahun kepemimpinan Rusman-Malik juga mencatat sebuah sejarah. Dari masa ke masa, tak satupun kepala daerah di Muna yang melirik sektor wisata sebagai unggulan daerah. Barulah sekarang, parawisata dimaksimalkan ekpolrasinya. Mengusung tagline Mai Te Wuna, suatu ajakan untuk datang ke Muna, menyaksikan keindahan panorama alamnya, kekayaan wisata kulinernya, kekayaan budayanya dan keramahan masyarakatnya.
Tagline itu ternyata sukses meyakinkan pemerintah pusat untuk menggelontorkan anggaran besar tahun 2018 nanti, guna mengongkosi pengembangan destinasi wisata dan infrastrukturnya. Lewat skema Dana Alokasi Khusus (DAK), Muna bakal dikucurkan anggaran Rp 110 miliar untuk sektor pengembangan pariwisata.
“Tahun depan baru ada anggarannya. Muna dapat Rp 110 miliar. Mudah-mudahan terealisasi,” kata politisi PDIP itu.
Anggaran tersebut, kata dia, diporsikan bagi pembangunan insfrastruktur jalan, serta fasilitas lokasi wisata representatif serta lainnya, agar para wisatawan dapat berkunjung. Tentunya, sisi kenyamanan diutamakan. Selain itu, wisata yang menjadi sasaran dalam pengembangannya nanti ada empat obyek wisata. Yakni pantai Towea, Meleura, Napabale serta Liangkobori.
Cerita sukses lelaki berkarakter humble ini belum usai. Setelah 365 hari memimpin, ia membuat sebuah terobosan yang rasanya sulit dicari padanannya. Rusman berani mengandeng maskapai penerbangan premium, Garuda Indonesia untuk menerbangkan burung besinya, melayani rute Bandara Sugimanuru, ke berbagai wilayah di Indonesia. Bandara ini dirintis di era Bupati Ridwan, tapi tak kunjung di gunakan oleh bupati setelahnya.
Bagaimana dengan infrastruktur jalan yang selama bertahun-tahun, selalu jadi cerminan ketertinggalan daerah itu? Soal ini, Rusman sudah punya konsep. Perbaikan berbagai jalan poros kini dikebut. Bahkan sekarang sedang dilakukan pelebaran jalan. Mulai dari jalan Motewe menuju Watopute, Kabawo hingga Tongkuno. “Mudah-mudahan, jalan-jalan di Muna ini, utamanya jalur vital segera teraspal,” janjinya.(***)
Penulis: M Rioddha