Ahli KPK Tidak Kredibel, Nur Alam Minta Bebas

525
Mantan Gubernur Sultra, Nur Alam (membelakang) saat menjalani sidang pembacaan pledoi di PN Jakarta Pusat, siang (15/3) tadi

LENTERASULTRA.com-Mantan Gubernur Sultra, Nur Alam tak terima begitu saja atas tuntutan 18 tahun penjara plus denda dan pencabutan hak politik yang diajukan jaksa KPK kepada hakim yang menyidangkan perkaranya. Terdakwa kasus dugaan korupsi izin pertambangan ini membantah banyak hal terkait hal-hal yang dialamatkan padanya. Di ujung, ia meminta agar dibebaskan dari semua dakwaan.

Persidangan kasus Nur Alam, Kamis (15/3) siang tadi digelar kembali. Agendanya, adalah mendengarkan pembacaan pledoi alias pembelaaan mantan Ketua PAN Sultra itu. “Jaksa telah mengabaikan banyak fakta persidangan,” sebut Didi Supriyanto, kuasa hukum Nur Alam.

Salah satu fakta yang disebut Didi paling vatal adalah soal penghitungan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan. Didi menyebut, ahli yang didatangkan KPK menghitung kerugian negara itu, Basuki Wasis tidak cermat dan akurat, serta kompetensinya diragukan.

“Saudara Basuki Wasis ini, yang laporannya dipakai dasar KPK menuntut klien kami 18 tahun dengan tuduhan merugikan negara 2,7 triliun, tidak dapat mempertanggungjawabkan validitas laporannya. Banyak ketidak-akuratan yang disajikan dalam laporannya yang terungkap di persidangan,” tutur Didi.

Kata Didi, terhadap kesesatan yang disajikan dalam laporannya tersebut, Nur Alam telah menuntut Basuki Wasis melakukan perbuatan melanggar hukum di Pengadilan Negeri Cibinong dengan register perkara nomor 47/Pdt.G/2018/PN.Cbl.

Tuntutan Nur Alam ini merupakan tuntutan kesekian kalinya terhadap Basuki. Sebelumnya, kata Didi, yang bersangkutan juga pernah dituntut oleh seorang terdakwa terkait dengan hasil laporannya sebagai ahli yang salah. “Ini menunjukkan tidak kredibelnya ahli, namun tetap digunakan KPK,” ucapnya.

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

Selain itu, sambung Didi, fakta lain yang terbantahkan di muka persidangan adalah soal kewenangan BPKP yang menghitung kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Dalam hal ini BPKP dianggap telah melanggar sejumlah peraturan perundangan yang menentukan bahwa instansi yang berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara Adalah BPK.

Ia tercantum dalam Pasal 23 E (1) UUD 1945 (ii) UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK; (iii) UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; (iv) Perpres No 192 Tahun 2014 Tentang BPKP; (v) SEMA No 4 Tahun 2016. “BPKP juga melanggar asas asersi, sebagaimana diwajibkan menurut Peraturan BPK No 1 Tahun 2017,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Didi juga menjelaskan kerugian negara yang dihitung oleh KPK hanyalah berdasarkan potential loss dan bukan berdasarkan factual loss. Padahal berdasarkan putusan MK, ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 telah mengalami perubahan prinsipil dari delik formil menjadi delik materiil yang membawa konsekuensi harus ada kerugian negara secara nyata dan bukan sekedar potensi kerugian.

Didi menambahkan, Jaksa KPK dalam surat tuntutannya setelah dicermati ternyata dibuat tidak berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahkan cenderung manipulatif. Sebagai contoh, dalam analisa yuridisnya, Penuntut Umum membuat berdasarkan analisa fakta yang ada dalam Surat Tuntunan, yang ternyata menyimpang dari fakta di persidangan.

Penuntut Umum dalam Surat tuntutannya misalnya di halaman 750 poin 9 dan analisa fakta halaman 547-548 Surat Tuntutan Penuntut Umum, yang pada pokoknya menyebutkan rekomendasi Bupati Buton dan Bombana dibuat dengan tanggal mundur (backdate).

Sementara dalam fakta persidangan halaman 58, 60-61, 70 pada Surat Tuntutannya menyatakan bahwa surat rekomendasi Bupati Bombana dibuat pada tanggal 24 November 2009 dan rekomendasi Bupati Buton dibuat pada November 2009. “Dengan demikian, analisa fakta dan analisa yuridis menyimpang dari fakta persidangan yang sama-sama tercantum dalam surat Tuntutan Penuntut Umum,” katanya.

Atas dasar itu, ia meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan Nur Alam tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diancam dan dituntut menurut Pasal 2 ayat (1) Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 12B juncto 64 ayat (1) Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Ia juga meminta agar majelis hakim membebaskan Nur Alam dari segala dakwaan tuntut pidana penuntut umum, melepaskan Nur Alam dari penahanan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur, serta memulihkan dan merehabilitasi nama baik serta kehormatan Nur Alam. “Apabila yang mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” tuntasnya. (rere)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU