Nur Alam Didakwa Rugikan Negara Rp 4,3 Triliun
LENTERASULTRA.com-30 lembar halaman dakwan bergantian dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pembuka perjalanan sidang dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Sultra non aktif, Nur Alam. Kasus ini mulai disidangkan pagi tadi di PN Jakarta Pusat.
Nur Alam dengan seksama mendengar detail, setiap cerita yang dikonstruksi jaksa dalam dakwaan. Secara umum, sang gubernur dituding menyalahgunakan kewenanganya, menerbitkan izin perusahaan tambang berbendera Anugerah Harisma Barakah (AHB) di Kabaena.
Jaksa Afni Carolina menyebut jika Nur Alam terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum yaitu memberikan persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (PT AHB).
Nur Alam tak sendiri disebut. Ada nama Burhanuddin, Kepala Dinas ESDM Sultra yang saat peristiwa ini dilakukan masih menjabat sebagai kepala bidang di institusi yang sama. Selain itu ada juga nama Widdi Aswindi, pihak swasta. Karena perbuatan ketiga orang inilah, kata jaksa negara dirugikan.
“Akibat perbuatan terdakwa bersama-sama saksi Burhanuddin dan saksi Widdi Aswindi adalah sebesar Rp. 4.325.130.590.137 atau setidak-tidaknya sebesar Rp. 1.596.385.454.137,” ungkap Afni dalam dakwaan yang dibaca dihadapan majelis Hakim yang diketuai Diah Siti Basariah.
Jaksa mendakwa Nur Alam dengan tiga pasal berbeda. Pertama, Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu ada Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sidang perdana mantan Ketua PAN Sultra ini dihadiri banyak kolega, keluarganya termasuk para pimpinan SKPD Pemprov Sultra. Para simpatisan Nur Alam ini memadati ruang sidang II di PN Jakarta Pusat sejak pagi.
Sementara itu, tim kuasa hukum Nur Alam, Didik Suprayitno usai persidangan menjelaskan banyak kejanggalan dan tidak sesuai dengan fakta atas dakwaan yang dibacakan oleh JPU. Misalkan jumlah kerugian negara yang mencapai Rp. 4 triliun lebih.
“Ini membingungkan. Sehingga kami anggap dakwaan tersebut tidak jelas dan kabur. Angka kerugian negara tersbut tentunya sangat fantastis sehingga kami akan mengkritisi pasal demi pasal, karena ada 3 pasal yang didakwakan terhadap terdakwa,” kata Didik.
Selain itu, Jaksa juga dalam dakwaannya mengatakan bahwa terdakwa menerima uang gratifikasi sebesar USD 4,5 juta. Padahal, lanjut Didik uang tersebut diberikan kepada terdakwa bukan berupa pemberian, akan tetapi berupa investasi dan peminjaman dan uang tersebut telah dikembalikan jauh sebelum kasus ini mencuat.
“Jadi sebelum perkara ini dilaporkan pun uang itu sudah dikembalikan kepada yang bersangkutan. Olehnya itu, kami keberatan dengan dakwaan itu dan akan mengajukan ekpsepsi pekan depan,” tutup Didik, seperti dikutip dari fajar.co.id
Sidang selanjutnya akan kembali digelar pada Senin (27/11) pukul 09.00 WIB dengan agenda pembacaan eksepsi dari kuasa hukum Nur Alam atas dakwaan JPU KPK. (abdi/hrm)