Senin, Nur Alam Jalani Sidang Perdana
LENTERASULTRA.com-Setelah menunggu cukup lama, kasus hukum yang menjerat Gubernur Sultra non aktif Nur Alam akhirnya masuk ke pengadilan. Rencananya, Senin (20/11) mendatang, kasus ini akan mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, tempat Umar Samiun, Bupati Buton non aktif juga disidangkan.
Dilongok di situs resmi PN Jakarta Pusat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), kasus ini tercatat dengan nomor perkara 123/Pid.Sus-TPK/2017/PN Jkt.Pst. Agendanya adalah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum, bernama Afni Carolina.
Sayangnya, disitus itu belum dicantumkan nama-nama hakim yang menangani perkara ini. Pendaftaran perkara baru dilakukan 10 November lalu dengan nomor DAK-74/24/11/2017, disusul dengan penetapan hakim dan panitera pengganti. Tanggal 15 November diputuskan bahwa sidang perdana dilakukan 20 November.
Sidang itu sendiri akan digelar mulai pukul 09.00 WIB sampai selesai. Ruangannya juga belum ditentukan. Dalam laman SIPP juga belum dicantumkan barang bukti apa saja yang diajukan di sidang karena belum ada catatan register barang bukti.
Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Pemprov Sultra, H Kusnadi mengakui hal itu. “Iya, betul tanggal 20 November sidangnya Pak Gub (sidang perdana),” singkat Kusnadi dalam pesan singkatnya tadi malam kepada lenterasultra.com.
Saat ditanyakan apakah ia akan hadir untuk memberikan support, Kusnadi mengaku belum memastikan. “Ingin hadir (memberi semangat), tapi belum tahu apakah akan diizinkan pimpinan,” tambah pejabat yang memang dikenal sangat dekat dengan Nur Alam ini.
Untuk diketahui, Nur Alam sudah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 5 Juli 2017 lalu setelah hampir setahun menyandang status sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Oleh KPK, mantan Ketua PAN Sultra ini dianggap penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi Sultra 2008-2014.
Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa puluhan orang saksi, termasuk meminta keterangan mereka di Kendari, Agusutus lalu. Mereka yang diperiksa terdiri dari advokat, auditor, Kepala Dinas dan PNS pada Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Sekretaris Provinsi. Seorang Novel Baswedan, penyidik senior KPK bahkan pernah datang langsung melakukan pemeriksaan.
Ayah tiga anak ini juga diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara, selama 2009 hingga 2014. Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016 lalu.
Ia diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabaena, Bombana.
KPK menduga Nur Alam menerima pemberian dari pihak swasta dalam setiap penerbitan izin pertambangan yang dikeluarkan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Atas dugaan itu, Nur Alam dijerat pasal primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu juga, Nur Alam dijerat pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(abdi mahatma)