Transisi Energi, Indonesia Mulai Gunakan Pembangkit Nuklir di 2045

277
Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia terus berpacu mendorong transisi energi sebagai upaya penyediaan listrik hijau. Melansir dari asiatoday.id, upaya mewujudkan sumber listrik pengganti batubara ini salahsatunya dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan bahan bakar torium.

“Opsi penggunaan nuklir direncanakan akan dimulai di 2045 dengan kapasitas hingga mencapai 35 Giga Watt (GW) di 2060,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam webinar, Kamis (21/10/2021).

Sebagaimana keterangan tertulis Kementerian ESDM, disebutkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, pemerintah mendorong langkah penelitian, pengembangan, mendorong penguasaan teknologi, membangun kerjasama, melakukan analisis multi kriteria dan menyusun roadmap nuklir. Opsi penyediaan listrik untuk masa depan dalam RPJM salah satunya adalah pengembangan PLTN di Kalimantan Barat.

Rencana pembangunan PLTN tengah dijajaki oleh salah satu perusahaan, yakni PT Thorcon Power Indonesia. Perusahaan itu berancang-ancang membangun reaktor PLTN dengan molten salt reactor di atas laut dengan investasi yang disiapkan berkisar Rp17 triliun.

Chief Operating Officer (COO) PT Thorcon Power Indonesia Bob S Effendi mengklaim, nuklir memiliki fatalitas kematiannya paling rendah jika dibandingkan dengan semua pembangkit lain di dunia. Meski memiliki sesuatu yang berisiko, tenaga nuklir akan tidak menjadi bahaya bila ada empat hal seperti ada regulasi, sanksi, proteksi, dan budaya atau etika keselamatan.

“Keempat hal itu jika dilakukan dengan sangat ketat tidak menjadi bahaya. Regulasi sangat ketat dari nasional dan internasional. Yang mengawasi di nasional ada Bapeten, sedangkan di internasional ada International Atomic Energy Agency (IAEA). Proteksi diberikan dan dilakukan berlapis-lapis,” jelasnya.

Dari sisi lingkungan, PLTN dianggap tidak menghasilkan C02. Menurutnya, ramah lingkungan itu tidak harus mengganggu ekosistem dan lingkungan namun, juga harus menyinggung soal densitas energi atau kerapatan energi. Nuklir memiliki kerapatan energi tertinggi, 80 juta kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan batu bara.

“Footprint-nya akan kecil sekali. Kalau kita mau bangun PLT torium untuk 1000 MW, kita hanya butuh paling 10 hektare. Kalau PLTN umum butuh 50 hektare, batubara 200 an hektare,” katanya. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU