Sulteng Tutup Perbatasan Selama Masa Larangan Mudik Lebaran
PALU, LENTERASULTRA.COM – Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola mengatakan, penutupan perbatasan dengan provinsi lainnya itu diharapkan dapat mencegah kemungkinan meningkatnya penularan virus corona yang berasal dari klaster mudik.
“Mudah-mudahan dengan adanya pengetatan larangan mudik, kemudian ada operasi ketupat dengan adanya penyekatan-penyekatan dan penegakan hukum saya yakin dan percaya penyebaran atau penularan Covid dapat kita tekan,” kata Longki Djanggola, Gubernur Sulawesi Tengah seusai memimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Ketupat Tinombala di Markas Polda Sulawesi Tengah, Rabu (5/5/2021).
Dilansir dari voaindonesia.com, di Sulawesi Tengah larangan pengoperasian sarana transportasi darat dikecualikan untuk sarana transportasi yang berada dalam kawasan perkotaan (aglomerasi) atau yang ditetapkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Sebanyak 10 kabupaten dan satu kota di Sulawesi Tengah dibagi dalam empat kawasan aglomerasi. Kawasan aglomerasi yang pertama adalah Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Parigi Moutong.
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Irjen Abdul Rakhman Baso menjelaskan sebanyak 1.400 personel Polri dikerahkan dalam pengamanan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Pihaknya juga mendirikan 59 Pos Pengamanan, 22 Pos Pelayanan dan 6 Pos Terpadu yang melibatkan personel TNI, Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Kesehatan setempat.
“Kita mendirikan pos khusus penyekatan. Melakukan pengecekan dan itu terpadu juga dari kesehatan apakah ini mudik, apakah aglomerasi. Kalau memang mudik kita suruh pulang,” kata Irjen Abdul Rakhman Baso.
Berdasarkan Survei dari Indikator Politik Indonesia mengenai Persepsi Ekonomi dan Politik Jelang Lebaran yang dilaksanakan pada 13-17 April terhadap 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia, sekitar 20,8 persen responden mengaku kemungkinan besar akan pulang kampung untuk menemui sanak saudara atau pergi ke tempat wisata tahun ini. Sebanyak 45,8 persen mendukung larangan mudik oleh pemerintah dan 28 persen menyatakan tidak setuju dengan larangan itu.
“Jadi ada masyarakat Indonesia yang maju tak gentar mudik apapun alasannya, 20,8 persen yang kebetulan tidak setuju 28 persen dengan larangan pemerintah kepada publik untuk melakukan mudik,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, Selasa (4/5).
“Jadi masukan ini kepada pemerintah dan komite penanganan COVID-19 bahwa kalau larangan itu hanya sekadar indah di atas kertas, mudah sekali dilanggar karena potensinya besar. Ada 28 persen masyarakat yang tidak setuju dengan larangan mudik oleh pemerintah,” lanjutnya.