Bumi Tercemar Jutaan Ton Limbah Makanan, Krisis Kelaparan Diabaikan

189
Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

 

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Planet bumi yang memberi kehidupan bagi manusia terus mengalami tekanan dari hari ke hari. Perubahan iklim, pemanasan global, bencana alam, krisis udara bersih hingga kelaparan mewarnai kehidupan di planet ini.

Pada sisi lain, perilaku manusia memperlihatkan perilaku paradoks. Disaat krisis kelaparan melanda sebagian penduduk bumi, pada saat yang sama aktivitas pembuangan makanan juga terjadi serampangan. Fatalnya, limbah makanan yang tidak terurai kini menjadi malapetaka bagi kehidupan di planet bumi.  

Dikutip dari asiatoday.id, data Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 2019 jumlah limbah makanan yang dihasilkan penduduk dunia mencapai 931 juta ton. Sementara, sekitar 690 juta orang mengalami krisis kelaparan setiap tahun.

“Membuang makanan secara de facto berarti membuang sumber daya yang digunakan untuk produksinya,” kata Martina Otto, kepala Program Lingkungan PBB di kota-kota Dunia, dikutip dari Sciencenews, Minggu (21/3/2021).

Otto menerangkan, jika limbah makanan berakhir di tempat pembuangan sampah, itu sama saja membuat perubahan iklim makin tinggi. Berdasarkan perhitungan tahun 2019, jumlah makanan yang dibuang  mencapai 931 juta ton. Jumlah itu sama saja sekitar 17 persen dari makanan yang diproduksi dibuang percuma.

Pada saat yang bersamaan, sekitar 690 juta orang terkena dampak kelaparan setiap tahun, dan lebih dari 3 miliar orang tidak mampu melakukan diet yang sehat. Sementara itu, makanan yang hilang dan terbuang menyumbang 8 hingga 10 persen dari emisi gas rumah kaca global.

Menurut Otto, mengurangi limbah makanan dapat meredakan kedua masalah tersebut. Berdasarkan Laporan Indeks Limbah Makanan 2021 yang diterbitkan beberapa waktu lalu oleh Program Lingkungan PBB dan WRAP, sebuah badan amal lingkungan yang berbasis di Inggris, peneliti menganalisis data limbah makanan dari 54 negara.

Sebagian besar sampah – 61 persen – berasal dari rumah. Layanan makanan seperti restoran menyumbang 26 persen dari limbah makanan global sementara gerai ritel seperti supermarket hanya menyumbang 13 persen.

Anehnya, limbah makanan menjadi masalah substansial bagi hampir semua negara terlepas dari tingkat pendapatan mereka, demikian tim menemukan.

“Kami pikir sampah merupakan masalah utama di negara-negara kaya,” kata Otto.

Otto merekomendasikan agar negara-negara mulai menangani limbah makanan dengan mengintegrasikan pengurangan ke dalam strategi iklim dan rencana pemulihan COVID-19 mereka.

“Limbah makanan sebagian besar telah diabaikan dalam strategi iklim nasional. Kami tahu apa yang harus dilakukan, dan kami dapat mengambil tindakan dengan cepat – secara kolektif dan individual,” imbuhnya. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU