ASEAN Dinilai Gagal Merespon Krisis di Myanmar

316

180 Orang Terbunuh Sejak Kudeta Militer di Myanmar

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

 

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN dinilai gagal merespon krisis politik yang terjadi di Myanmar. Pemimpin Oposisi Kamboja Sam Rainsy bersama dengan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon , Pemimpin Oposisi Malaysia Anwar Ibrahim, Senator dan Ketua Dewan Liberal dan Demokrat Asia Filipina Kiko Pangilinan, Mantan Juru Bicara Parlemen Singapura Charles Chong, dan Mantan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya menyuarakan bahwa ASEAN membutuhkan visi baru dalam merespons krisis kudeta militer Myanmar .

“Rakyat ASEAN menginginkan kawasan damai dan demokratis yang menghormati hak asasi manusia (HAM), dimana pemerintah ASEAN gagal menangani secara efektif krisis Myanmar yang sedang berlangsung,” ujar Rainsy dalam konferensi pers virtual pada Rabu (17/3/2021).

Dia menegaskan, ketika rakyat sipil menyuarakan sikapnya yang pro-demokrasi Myanmar dengan gagah berani sedang dibunuh secara keji oleh junta militer, semua pemerintah negara ASEAN lainnya justru menunjukkan kurangnya kemauan politik dan persatuan untuk menekan junta militer agar mengakhiri aksi pembunuhan mereka.

“Peristiwa di Myanmar, sekali lagi menunjukkan ketidakmampuan pemerintah ASEAN dalam menghadapi krisis regional. Selama beberapa dekade, pemerintahan ASEAN secara konsisten gagal melindungi rakyat mereka dari satu krisis ke krisis lainnya, termasuk polusi kabut asap transnasional, bencana kemanusiaan Rohingya,dan banyak pelanggaran anti-demokrasi dan HAM,” tegas Rainsy.

Pada intinya, pemerintah ASEAN telah dilumpuhkan oleh doktrin non-intervensi yang dibuat sendiri. Doktrin ini mungkin dibutuhkan di masa lalu, tetapi sejak saat itu doktrin ini justru menjadi penghalang utama dan batu sandungan bagi perkembangan demokrasi partisipatif dan perlindungan hak-hak dasar rakyat ASEAN.

“Kami yang bertanda tangan di bawah ini, menuntut pemerintah ASEAN kami masing-masing untuk meninggalkan doktrin lama non-intervensi ini dan mengejar pendekatan baru, yakni keterlibatan konstruktif dan kritis, dengan opsi untuk menjatuhkan sanksi perdagangan dan ekonomi pada junta militer Myanmar,” tandas Rainsy seperti dikutip dari Asiatoday.id.

Sikap yang sama juga disuarakan oleh Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon. “Saya mengutuk keras aksi brutal militer Myanmar terhadap para demonstran pro demokrasi yang menyebabkan jatuhnya puluhan korban tewas, luka-luka, dan penahanan ribuan orang tanpa proses hukum,” tegas Fadli Zon.

Menurut Fadli, kekerasan yang terjadi di Myanmar menunjukkan tidak mampunya pemerintahan negara-negara ASEAN dalam menangani krisis regional. Selama beberapa dekade terakhir, pemerintah negara ASEAN telah gagal melindungi warganya dalam berbagai krisis seperti bencana kabut asap transnasional, bencana kemanusiaan Rohingya, hingga sejumlah aksi demokrasi dan kekerasan terhadap HAM.
“Kami mendesak seluruh pemerintah negara ASEAN untuk bersatu dan mengambil sikap tegas agar junta Myanmar segera membebaskan seluruh tahanan politik, mengembalikan situasi politik di Myanmar seperti sebelum terjadinya kudeta pada 1 Februari 2021, serta menghargai suara masyarakat dalam Pemilu Myanmar 2020.

“Seluruh pihak yang bertanggung jawab atas pembantaian para aktivis pro-demokrasi harus diproses secara hukum. Jika Myanmar tidak mampu melakukannya, Pemerintah ASEAN harus bersatu dan menangguhkan keanggotaan Myanmar dari keanggotaan ASEAN, serta menjatuhkan sanksi perdagangan ekonomi kepada junta militer Myanmar,” demikian dikutip dalam resolusi bersama. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU