Jokowi Sentil Kapolri: Selektif Terima Laporan Kasus ITE!
JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan dalam rapat bersama pimpinan TNI/Polri yang digelar secara tertutup pada Senin (15/2/2021). Jokowi tak lupa menyampaikan pesan khusus untuk Polri yang dikomandoi oleh Jenderal Listyo Sigit tersebut.
“Saya minta Kapolri beserta jajarannya lebih selektif dalam menerima laporan pelanggaran Undang-Undang ITE,” tegas Jokowi dalam rekaman video yang diunggah Youtube Channel Sekretariat Presiden.
Instruksi itu bukan tanpa alasan. Jokowi melihat, telah tercipta rasa ketidakadilan dalam implementasi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut.
“Belakangan ini, saya lihat makin banyak warga atau masyarakat yang saling melaporkan. Ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan,” kata Jokowi.
Jumlah kasus dugaan kriminalisasi aparat terhadap warga yang mengutarakan pendapat memang masih tergolong tinggi. Catatan akhir tahun 2018 lalu misalnya, data YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) mendapati dugaan kriminalisasi terhadap pembelaan HAM banyak terjadi. Untuk kasus ITE serta pembubaran aksi, masing-masing sebanyak 3 kasus.
Lalu, ditemukan pula dugaan kriminalisasi terhadap serikat buruh dan gugatan balik ke para akademisi dengan jumlah masing-masing dua kasus. Selain itu, intimidasi berupa kekerasan seksual dan penodongan senjata masing-masing sebanyak satu kasus.
Tak berhenti di situ, sepanjang 2019, YLBHI mencatat 47 kasus dugaan kriminalisasi masyarakat sipil dengan jumlah korban 1.019 orang.
Berdasarkan isu, konflik agraria menempati posisi tertinggi sebanyak sebelas kasus. Diikuti isu mengenai kebebasan berpendapat dengan jumlah sepuluh kasus. Jumlah itu setara dengan kasus kriminalisasi terkait pembakaran lahan sebanyak sepuluh kasus.
Adapun kasus lain adalah dugaan kriminalisasi karena hubungan kerja yaitu enam kasus. Sementara indikasi kriminalisasi karena menolak tambang dan memperjuangkan isu lingkungan hidup lainnya berjumlah masing-masing empat kasus.
Ancaman bagi mereka yang mengemukakan pendapat masih berlanjut hingga tahun lalu. Berdasarkan catatan YLBHI, dari berbagai kasus pelanggaran terhadap hak berpendapat dan berekspresi, kriminalisasi adalah modus yang paling kerap digunakan. Persentasenya dari total kasus mencapai 52 persen.
Selain kriminalisasi, modus yang muncul sepanjang 2020 adalah penangkapan sewenang-wenang, kekerasan yang berlebihan, pembubaran paksa, penghalangan ruang gerak, intimidasi, pembiaran kekerasan oleh kelompok organisasi masyarakat (Ormas), peretasan akun media sosial, pencitraan buruk hingga penghalangan akses bantuan hukum.
Sementara data dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM, sepanjang Januari-Oktober 2020 terdapat 116 kasus penyerangan terhadap pembela HAM.
Serangan tersebut dilakukan dengan dua motif. Pertama, serangan secara langsung seperti perampasan, penangkapan sewenang-wenang, pembubaran aktivitas secara represif, kriminalisasi, kekerasan, dan intimidasi. Lalu cara lainnya melalui peretasan dan pembajakan akun media digital.
Menurut Jokowi, maraknya kasus pelanggaran ITE dikarenakan adanya multitafsir dalam penerapan pasal. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar polisi hati-hati.
“Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas. Kapolri juga harus tingkatkan pengawasan agar implementasinya konsisten, akuntabel dan berkeadilan,” tandasnya.
Penulis: Restu