Nur Alam Tegar, Pelayat Meraung
LENTERASULTRA.com-Hj Sitti Fatimah, perempuan hebat yang pernah melahirkan Nur Alam, kini sudah dikebumikan. Jasadnya sudah bersatu dengan bumi. Anak kebanggannya, dengan segala kerumitan aturan, akhirnya diberi kesempatan mengantarnya ke liang lahat, peristirahatan terakhirnya.
Ribuan orang hadir untuk mengantar dan mendoakan perempuan berusia 94 tahun itu. Hampir semua kepala daerah di Sultra terlihat hadir. “Ini karena cintanya orang terhadap Nur Alam itu sangat besar,” kata Kery Konggoasa, Bupati Konawe yang terlihat diantara ribuan pelayat.
Tapi perhatian orang yang paling besar adalah terhadap Nur Alam. Gubernur Sultra non aktif itu, yang sudah tiga bulan meninggalkan Kota Kendari, menjalani penahanan oleh KPK di Jakarta. Proses penguburan Hj Fatimah bahkan harus ditunda sampai 30 jam, demi menanti Nur Alam hadir.
Tepat pukul 10.30 Wita, menumpang sebuah mobil SUV berplat NQ 24, mantan Ketua PAN Sultra itu menjejakan kakinya kembali di Konda, rumah tempat ia lahir, besar dan menempa diri dengan berbagai kesulitan hidup.
Begitu turun dari mobil, ia memeluk dua putri cantinya, Giona dan Enozha. Sesekali ia menangkupkan kedua tangannya di dada, sebagai pertanda takzim. Senyum terus ia sunggingkan. Sebuah potret ketegaran yang luar biasa.
Pekik Allahu Akbar dari orang-orang yang mengiringi jalan sosok ini mengantarnya masuk ke dalam rumah. Seorang petugas KPK, terlihat tak pernah lepas mengikuti setiap gerak Nur Alam.
Saat masuk ke rumah duka, Nur Alam tetap saja tersenyum. Ia mengucapkan salam kepada orang-orang yang sudah lama menantinya, melingkar di depan jasad kaku, Hj Sitti Fatimah. Semakin langkah Nur Alam mendekat, tangis pelayat mulai terdengar seperti raungan.
Tak tergesa, Nur Alam lebih awal berdiri di depan jenazah yang sudah melahirkannya itu. Ia mengangkat tangan, menirukan gerakan salah jenazah. Setelah itu ia perlahan bersimpuh, membuka penutup wajah sang ibu.
Ia mencium, membisikan sesuatu yang hanya ia dan Tuhan yang tahu. Histeria para pelayat makin menjadi-jadi melihat diorama hidup itu. Sebuah elegi, dimana anak dan ibu dipertemukan dalam suasana yang berbeda. Air mata yang ia tahan akhirnya menetes.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Sultra, H Kusnadi bercerita, setelah mencium jasad sang ibunda, Nur Alam ikut memandikan jenazah, mengkafaninya dan ikut menyalatkan di sebuah masjid tepat di depan kediamannya.
Pasca itu, penguburan dilakukan. Sekira pukul 12.30 Wita, jasad Sitti Fatimah dimasukan ke liang lahat. Keharuan mengiringi setiap sekop tanah yang digunakan menguruk liang. Dan Nur Alam mengakhiri proses kesedihan itu dengan mencium nisan sang ibu.(isma)
Editor : Abdi Mahatma