Perjuangkan Transparansi Anggaran Covid-19 Berujung Pelaporan, Apakah Rahim Pelaku Kriminal?
Opini terakhir dalam beberapa minggu terakhir di Kabupaten Buton Tengah yang hangat diperbincangkan adalah terkait permasalahan Transparansi Penggunaan dana Covid-19. Aksi dari masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah (LPKP) yang dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2020, ternyata mendapat respon yang tidak berimbang dari keinginan para peserta Aksi. Mereka meminta agar para Anggota DPRD melaksanakan fungsinya dalam hal melakukan Pengawasan Anggaran penggunaan Dana Covid-19.
Namun menurut peserta aksi, berkali-kali mereka meminta agar penggunaan anggaran sebesar Rp19 Milyar tersebut diketahui publik. Namun agenda pertemuan yang direncanakan tersebut tak kunjung terlaksana, untuk membahas transparansi penggunaan dana Covid-19. Sebaliknya, yang terjadi adalah proses pelaporan polisi terhadap salah satu peserta aksi bernama Rahim, selaku Korlap dalam aksi tersebut.
Rahim dilaporkan di Kepolisian Resort Baubau atas dugaan tindak pidana ITE atas unggahannya melalui media sosial Facebook oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Buton Tengah.
“Seandainya ada Orang, bukan Kursi yang Kita jemur, tapi orangnya yang Kita jemur, sekaligus Kita ikat baru kibarkan seperti Bendera” demikian bunyi unggahan di akun sosial media tersebut.
Pernyataan tersebut dalam aspek hukum pidana harus dilihat apakah ada unsur-unsur pasal perbuatan pidana yang dilakukan oleh Rahim melalui media sosial Facebook? Baik tindak pidana umum yang termuat dalam KUHP atau tindak pidana khusus yang termaktub dalam UU ITE, sebagaimana yang diterdugakan dalam pelaporan polisi yang dilakukan oleh pimpinan DPRD berikut dengan para anggotanya.
Dalam UU ITE yang diproses sebagai pelaku tindak pidana khususnya terkait pencemaran nama baik, atau perbuatan penghinaan, yang paling pertama diperhatikan dalam proses pemeriksaannya adalah terkait Konten atau isi yang terkandung di dalamnya. Bukanlah pemaknaan secara Konteks, sehingga dapat dilihat dan diketahui secara langsung maksud ataupun arti konten di dalamnya mengandung unsur perbuatan pencemaran atau penghinaan? Karena yang diperhatikan adalah arti konten bukan arti konteks.
Kedua, untuk dapat diketahui sebuah perbuatan pidana masuk dalam kategori tindak pidana di bidang ITE adalah kejelasan secara tertulis bukan tersirat, tentang penyerangan pribadi seseorang yang secara langsung tertulis dalam konten atau isi teks yang diduga sebagai perbuatan pencemaran atau penghinaan. jika tidak tertulis secara kalimat yang menyerang kepada pribadi seseorang belum tentu perbuatan yang diduga sebagai kejahatan ITE dapat terpenuhi.
Sebab pemaknaannya ambigu dan bahayanya hukum dapat ditafsirkan sesuai dengan keinginan pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga perlu penafsiran hukum yang sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, untuk memaknai pasal yang ditujukan kepada pihak terlapor, yang dapat ditafsirkan secara gramatikal ataupun lenafsiran hukum lainnya.
Ketiga sebuah perbuatan pidana di bidang ITE dapat dikategorikan sebagai perbuatan pencemaran atau penghinaan serta tindak pidana hukum lainnya, penting juga dilihat apakah teks yang disebarkannya melalui media sosial dapat dianggap keterangan atau kata-kata yang telah dia lakukan atau tidak?
Sebab Kata-kata yang dilontarkan oleh saudara Rahim dalam postingannya di Facebook adalah kalimat pengandaian atau perencanaan yang belum terwujud. Kalaupun faktanya ada orang yang didapat di Kantor DPRD belum tentu Rahim, akan melakukan tindakan mengikat orang dan mengibarkannya seperti bendera.
Orang yang dimaksud pun tidak disebutkan secara jelas dan pasti, apakah Anggota DPRD, orang perorangan, atau pihak siapa saja. Sebab kontennya tidak jelas menyebutkan orangnya siapa. Apakah Anggota DPRD atau siapa saja yang didapat didalam Kantor. Itupun kalau ada orang didalam Kantor DPRD, belum tentu Rahim akan mengikatnya dan mengibarkannya di tiang bendera.
Bisa saja Rahim beralasan bahwa saya berucap demikian, karena memang saya tahu tidak ada orang didalam ruangan. Kalau ada orang, belum tentu saya berani melakukannya, dan ungkapan Saya belum pada perbuatan yang nyata, masih hanya sebatas pengandaian. Apakah pernyataan Saya yang demikian dapat termasuk perbuatan yang melanggar UU ITE, sebagaimana yang di terdugakan oleh Pelapor.
Sehingga hal inilah yang penting untuk dikaji secara bersama-sama, agar setiap ciutan yang muncul melalui media ssosi, tidak selalu dipahami dan ditanggapi secara responsif sebagai perbuatan pidana di bidang ITE. Namun kita juga harus bijak dan waspada, sebab setiap orang juga dapat dengan mudah terjebak dalam tindak pidana ITE. Baik yang terlapor atas perbuatannya melakukan pencemaran atau penghinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1,, dan 3) jo pasal 310 dan 311 KUHP. Demikian juga sebaliknya pelapor dapat dituntut balik atas laporannya, jika laporan polisi yang disampaikan mengandung fitnah atau kebohongan yang tidak dapat dibuktikan, dan terlapor pun dapat melakukan laporan balik terhadap pelapor, sebab laporan yang disampaikannya dihadapan pejabat yang berwenang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, atau dapat dianggap laporan palsu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 220 atau Pasal 317 KUHP.
Sehingga kiranya proses hukum yang dijalani oleh saudara Rahim di Polres Baubau, dapat dinilai oleh penyidik secara obyektif dan bijaksana.
Pesan saya buat para anggota dewan yang kami hormati, agar kiranya bisa lebih konsen untuk melaksanakan tugasnya dalam fungsi (regulasi, anggaran dan pengawasan) terhadap kinerja pemerintah daerah dan pengelolaan anggarannya.
Kasihan warga masyarakat yang harusnya menjadi perwakilan kalian untuk mendengar aspirasinya, yang telah lama menuntut, transparansi pengelolaan Dana Covid-19, hingga hari ini belum bapak/Ibu anggota dewan yang terhormat tindak lanjuti tentang bagaimana proses realisasi anggaran tersebut, yang menelan anggaran hingga Rp19 Miliar. Apakah dana tersebut terealisasi atau masih mengendap belum dibelanjakan, sebagaimana proses peruntukkannya.
Penulis: Jayadi Muhammad S.H.,M.H. (Praktisi Hukum Sultra)