Investasi Rp14 Triliun, Industri Baterai di Maluku Utara Siap Beroperasi

3,237

 

Smelter Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia akan segera mengoperasikan industri bahan baku baterai mobil listrik pertama yang tengah dibangun di Maluku Utara (Malut) tepatnya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).

Industri yang sedang dibangun Harita Nickel itu, direncanakan mulai berproduksi pada akhir 2020.

“Saat ini sudah memasuki tahap konstruksi akhir,” jelas Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Malut, Nirwan MT Ali, saat dihubungi Sabtu (20/6/2020).

Melansir Asiatoday.id, pabrik ini diklaim sebagai yang pertama beroperasi di Indonesia, sehingga menjadi kebanggan tersendiri bagi daerah itu.

“Industri ini tergolong baru dengan teknologi mutakhir. Di Indonesia pertama kali beroperasi di Malut nantinya. Industri ini akan mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai mobil listrik, yakni nikel sulfat dan kobalt sulfat. Mobil listrik sendiri lebih ramah lingkungan dibandingkan transportasi dengan bahan bakar minyak (BBM),” jelas Nirwan .

Industri ini menelan investasi Rp14 triliun dengan mayoritas pemegang saham berasal dari dalam negeri. Operasionalnya membutuhkan tenaga kerja profesional yang tidak sedikit.

Related Posts
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

“Pabrik pengolahan dan pemurnian nikel dengan proses hydrometallurgy yang ramah lingkungan karena pemakaian energi listriknya rendah. Hasilnya, bahan baku utama dari katoda baterai mobil listrik,” jelas dia.

Kepala Dinas Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Hasyim Daeng Barang menambahkan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral dengan proses hidrometalurgi akan sangat menguntungkan dalam konservasi sumber daya alam, khususnya nikel.

Selama ini, smelter yang ada di Indonesia menyerap nikel kadar tinggi 1,7 ke atas. Sedangkan proses hidrometalurgi yang dikembangkan oleh Harita di Obi, menggunakan nikel kadar rendah di bawah 1,7.

“Nikel kadar rendah yang selama ini terbuang atau tidak terpakai, akan memiliki nilai ekonomis sebagai bahan baku dari pabrik pengolahan dan pemurnian baru ini. Teknologi yang ramah lingkungan ini mengolah bahan tidak terpakai menjadi bahan baku baterai listrik yang bernilai tinggi ke depannya. Cadangan nikel kadar rendah sangat banyak di Indonesia termasuk di Malut. Ini kesempatan besar buat Indonesia menjadi pemain dunia batu baterai mobil listrik,” kata Hasyim .

Industri baru ini akan membutuhkan 1.920 orang tenaga kerja profesional, belum termasuk kontraktor dan industri pendukung lainnya.

Dampak lainnya, perputaran ekonomi diharapkan akan memacu penguatan ekonomi lokal serta usaha lainnya, termasuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Seperti diketahui, PAD Maluku Utara pada 2019 sebesar Rp.433 miliar. Jumlah ini tentunya dapat meningkat saat industri ini berjalan. Ditambah lagi, dengan adanya industri ini, potensi Malut sebagai tujuan investasi semakin besar. Berbagai peluang usaha dari skala kecil sampai besar berpotensi akan tumbuh seiring dengan tumbuhnya investasi,” tambah Hasyim.

Industri ini diharapkan segera berproduksi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Hal ini sangat membantu perekonomian secara umum yang terpuruk akibat pandemi Covid 19.

“Manfaat lainnya adanya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari tenaga kerja asing asal (TKA) China kepada putra puteri bangsa, khususnya dari Malut. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU