Diduga Melanggar Kode Etik, Tiga Hakim PN Kendari Dilaporkan ke MA
KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Tiga majelis hakim dan satu panitera Pengadilan Negeri (PN) Kendari dilaporkan ke Bagian Pengawasan Hakim Mahkamah Agung ( Bawas MA) atas dugaan pelanggaran kode etik hakim. Pelapor bernama Rinrin Merinova yang mengadukan tiga orang hakim satu panitera dari PN Kendari, lantaran diduga telah melakukan penyimpangan dan melanggar kode etik dan perilaku hakim ketika memutus perkara perdatanya di luar kewenangan. Keempatnya dilaporkan pada Selasa, 21 Januari di Mahkamah Agung dan 28 Januari di Komisi yudisial.
Dalam Perkara Perdata No:13/Pdt.G/2019/PN.Kdi di Pengadilan Negeri Kendari, Rinrin bertindak sebagai tergugat atas perkara perdata kepemilikan saham di perusahaan PT Petro Indah Indonesia, dengan penggugat Thomas dan Citra Hartanto. Majelis hakim yang menangani perkara itu yakni RS selaku Hakim Ketua, KT selaku Hakim Anggota, AW Hakim Anggota dan AD sebagaiPanitera Pengganti. Kini keempatnya dilaporkan oleh Rinrin.
Rinrin melalui kuasa hukumnya, Helmax Alex Sebastian Tampubolon SH mengatakan, ada beberapa poin putusan Majelis Hakim Pengadilan Kendari yang memutus perkara perdata yang bukan ranah hakim, namun dipaksakan melakukan pemutusan atas perkara kliennya itu.
Dia menilai, dalam memutuskan perkara itu, terjadi penyalahgunaan wewenang, penyimpangan atau pelanggaran perilaku yang dilakukan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Kendari.
“Untuk itu kami meminta hakim di Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk membatalkan putusan Majelis Hakim PN Kendari atas perkara yang sudah melenceng dari substansinya itu,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (5/2/2020).
Helmax membeberkan, paling tidak ada tiga poin krusial yang menyalahi tata cara dan perilaku hakim yang dilanggar oleh keempat orang yang mengadili perkara dokter Rinrin itu di PN Kendari.
Pertama, Rinrin sebagai tergugat berdomisili di Jakarta Selatan sementara perusahaan yang sahamnya dibeli oleh Rinrin berada di Kendari, Sulawesi Tenggara. Sedangkan penggugat berdomisili di Jakarta Utara.
“Seharusnya, gugatan terhadap kliennya didaftarkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sesuai domisili Rinrin sebagai tergugat. Sehingga sangat keliru dan melanggar kompetensi relatif pada saat didaftarkan pada Pengadilan Negeri Kendari,” jelas Helmax.
Kedua, dalam gugatan, penggugat hanya merumuskan tiga hal dalam permohonan. Namun Majelis Hakim malah memutuskan menjadi empat hal dalam gugatan. Sehingga Helmax menilai keputusan hakim yang memutus perkata diluar dari permohonan itu tidak sesuai dengan kewenangan hakim.
“Poin putusan yang ditambahkan oleh Majelis Hakim PN Kendari itu adalah pada poin ketiga putusannya, yakni menghukum tergugat untuk melakukan RUPS-LB kembali dengan dihadiri oleh Thomas, Citra Hartanto, PT Petro Indah Indonesia atau Kuasanya. Poin ini jelas menyalahi,” lanjutnya.
Ketiga, di dalam acara perdata, dikenal adanya Asas Ultra Petita. Yang artinya, Hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut/atau dimohonkan, atau meluluskan lebih daripada yang diminta. Hal itu kata Helmax terlihat dari kejanggalan, dimana pada tanggal 06 November 2019 telah dilaksanakan Sidang Permusyawaratan Hakim. Sedangkan pada tanggal 28 November 2019 dan tanggal 09 Desember 2019 masih ada agenda persidangan. Sehingga pihaknya menganggap majelis hakim terlalu cepat memutus perkara yang menyeret kliennya itu.
“Seharusnya diselesaikan dulu semua acara persidangan barulah kemudian Majelis Hakim bermusyawarah untuk menentukan amar putusan. Sebab harus mempertimbangkan segala bukti dan informasi yang utuh dari awal persidangan sampai dengan diajukannya kesimpulan dari para pihak yang bersengketa,” imbaunya.
Oleh karena itu, Helmax melaporkan telah adanya pelanggaran secara massif dan fatal terhadap hukum acara, kode etik dan pedoman perilaku hakim. Rinrin melalui Kuasa Hukumnya itu, meminta kepada Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung untuk melakukan pemeriksaan terhadap para pihak yang dilaporkannya ke MA dan KY.
Sementara itu, Humas PN Kendari, Kelik Trimargo, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya mempersilahkan pihak Rinrin Merinova melalui kuasa hukumnya melaporkan hal tersebut ke MA dan KY.
Namun, terkait objek yang dilaporkan oleh terlapor, dia tidak memberikan komentar lebih jauh karena sudah masuk dalam pokok perkara.
Dia hanya mengatakan, pihak hakim dan panitera yang dilaporkan pada prinsipnya siap jika ada tim dari MA dan KY yang datang untuk memeriksa.
Karena Kelik menilai, hakim yang menangani perkara tersebut sudah menjalankan tugasnya sesuai prosedur yang diatur.
“Pada intinya itu kami sudah melaksanakan sidang sesuai dengan mekanisme yang ada. Jadi silahkan saja kalau misalnya dilaporkan. Prinsipnya kami siap dan menyerahkan sepenuhnya laporan itu jika diproses oleh MA dan KY,” pungkasnya. (P5/B)
Editor: Wulan