Pesona Tenun Sultra Pukau Pecinta Mode Indonesia
LENTERASULTRA.com-Panggung Indonesia Fashion Week 2018 benar-benar dimanfaatkan para desainer asal Sultra untuk unjuk kebolehan. Corak dan motif khas tenun dari Bumi Anoa jadi inspirasi menampilkan berbagi rancangan dan desain fashion yang cukup memesona. Lenggak lenggok para model di catwalk, dibalut busana bermotif tenun Sultra, sangat memukau para pecinta mode tanah air.
Ajang IFW tahun ini jadi ajang unjuk kebolehan para perancang mode tanah air. Empat diantaranya adalah Julie Artanty Kaimuddin, Herman Prasetyo, Risza, dan Amir Malik. Mereka mengangkat tenun khas Sultra, mulai dari kain Wakatobi, Buton, Muna dan Baubau. Acara ini dihelat di JCC, Senayan, Jakarta sejak 28 Maret-1 April 2018.
Mereka kompak menyulap kain tenun asal bumi Anoa tersebut menjadi busana dengan model kekinian yang disukai oleh berbagai kalangan. Namun kain tenun yang mereka gunakan berbeda-beda. Begitu juga dengan tema yang diusung. “Jadi kami bawa dari masing-masing kabupaten atau kota di Sultra,” tutur Julie kepada lenterasultra.com di JCC Senayan, Jakarta, Minggu, (1/4).
Dalam gelaran kali ini, Julie mengangkat tenun dari kabupaten Wakatobi. Pakaian ready to wear yang diciptakan oleh Julie ini, mengusung tema “Pesona Bintang”. “Aku ambil tema itu karena tenun yang aku gunakan ini dari kabupaten Wakatobi tepatnya dari Kaledupa. Namanya Tenun Pa’a yang artinya bintang, makanya tadi nuansanya biru sama putih,” tuturnya.
Berbeda dengan Julie, desainer lainnya yaitu Amir Malik memilih menggunakan material dasar tenun asal Kabupaten Buton dengan warna maroon dan kuning pekat dalam memarkan karyanya di runway. Tema yang diusung adalah “Keraton Buton”.
Sama seperti Amir, dua desainer lainnya yaitu Riza dan Herman memilih menggunakan material dasar tenun yang berbeda juga. Dimana Risza memilih mengangkat tenun khas Kota Bau-bau sedangkan Herman memilih mengangkat tenun khas Muna.
Rata-rata karya busana Risza menggunakan pewarnaan alami yang identik berwarna cokelat. Sedangkan karya busana Herman identik berwarna abu-abu. Busana yang dibuat berdasarkan kreativitas mereka itu tampak sangat eye catching saat dipamerkan. Meski material yang digunakan berbeda, namun dalam gelaran kali ini mereka kompak berkolaborasi dengan para pengrajin di kota/kabupaten tersebut dalam memamerkan karyanya.
Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan nilai jual kain yang cenderung rendah. Dalam kesempatan tersebut, Julie juga menyampaikan terimakasih kepada Pemprov Sultra dan pemerintah di sejumlah kabupaten lainnya yang telah mendukung dan mensponsori.
“Dan kami berharap tahun depan bisa lebih matang lagi, lebih disupport lagi, bukan hanya oleh empat kabupaten/kota ini, malah kalau bisa sampe 12 atau 17 kabupaten kota,” tuntasnya. (rere)