ASN di Sultra Juara Satu Pelanggaran Pilkada se Indonesia
LENTERASULTRA.com-Sultra selalu punya cerita menarik perhatian nasional. Ada kasus PCC yang bikin geger Indonesia, lalu KPK yang beraksi dan menahan Walikota dan Calon Gubernur secara bersamaan, kini ada lagi kabar yang tak kalah bikin geleng-geleng. Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah ini paling hobby urus politik. Bawaslu punya catatan, dari 171 daerah yang menggelar Pilkada tahun ini, ASN di Sultra juara satu terlibat politik.
Fakta ini tentu harus menjadi prihatin bagi semua pihak. Tidak hanya ASN-nya paling jago tidak netral dalam Pilkada, Sultra juga ditetapkan jadi diurutan ke-5 daerah terawan. Data menunjukkan bahwa jumlah ASN di Sultra berdasarkan laporan atau temuan pengawas pemilu sanpai pada 25 Maret 2018 ini, totalnya adalah 173 orang ASN. Dari data tersebut terlihat bahwa angka tertinggi dugaan keterlibatan ASN ada di Kolaka, Baubau dan Konawe. Tiga daerah itu yang melaksanakan pilkada.
Data itu diperoleh dari Bawaslu Sultra yang disampaikan oleh Hamirudin Udu Ketua Bawaslu Sultra. Detailnya, tingkat pelanggaran berada di daerah Sultra penyelenggara Pilkada. Yaitu Kabupaten Kolaka 34 orang, Baubau 33 dan Konawe 30. Kemudian disusul Konsel 10, Konkep 10, Butur 9, Buteng 9 orang. Sisanya tersebar di 10 kabupaten lainnya.
“Data di awal Maret lalu, jumlah ASN yang diduga tidak netral sebanyak 112 orang. Sekarang bertambah 61 orang sehingga totalnya menjadi 173 orang,” ungkap Hamirudin Udu. Lanjut dia, hal itu menunjukan beberapa indikasi. Yang pertama kemungkinan masih banyak ASN yang tidak paham UU ASN dan kode etik/kode perilaku ASN.
Kemudian indikasi kedua adalah ASN tidak percaya diri dengan kemampuannya bahwa bila ia tidak berpihak, maka ia tidak akan dipromosikan. “Makanya, menabrak aturan pun mereka lakukan agar nantinya bisa dipromosikan. ASN juga punya hak pilik. Memang supaya tidak terkesan membeli kucing dalam karung mereka juga harus mengetahui visi-misi para calon. Namun pada dasarnya ASN harus netral atau bersifat adil, tidak ikut kampanye ataupun ikut mempengaruhi,” tegasnya.
Sedangkan indikasi terakhir tambah Hamirudin, diduga karena lemahnya sanksi yang diberikan kepada para ASN yang terbukti tidak netral. Maka untuk mencegah bertambahnya jumlah ASN yang tidak netral perlu ada langkah bersama dari seluruh lapisan masyarakat.
Terkhusus intensitas pembinaan oleh pejabat pembina kepegawaian dan dihadirkannya sanksi tegas bagi ASN yang terbukti tidak netral. “Jadi regulasi soal sanksi yang tegas harus ada. Makanya ini sedang dipikirkan agar nantinya ASN yang melakukan pelanggaran diberi efek yang jera,” pungkasnya. (isma)