Dua Kubu Klaim Pemilik Sah PT TMS di Kabaena

Kawasan eksplorasi pertambangan yang disebut sebagai area PT TMS di Pulau Kabaena. Perusahaan pertambangan nikel ini sedang berhenti beroperasi dan juga sedang bersengketa soal kepemilikan yang sah. FOTO :INT

 

BOMBANA, LENTERASULTRA.COM-PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS), sebuah perusahaan pertambangan di Pulau Kabaena sedang diterpa masalah serius. Setelah menutup operasional usahanya yang sudah berjalan bertahun-tahun, lalu memberhentikan ratusan karyawannya, masalah lainnya mencuat lagi. Ini terkait kepemilikan yang sah. Ada dua kubu yang mengklaim menjadi pemilik sah perusahaan tersebut, dan masing-masing membawa argumentasi dan putusan hukum.

Klaim pertama disampaikan seseorang bermama Syam Alif Amiruddin, yang menyebut dirinya sebagai direktur utama PT TMS. Dalam rilis pers yang beredar, ia menyebut bahwa pihaknyalah yang memiliki dasar hukum yang sah mengenai kepemilikan dan struktur perseroan tercatat dalam Akta Nomor 170 tanggal 28 November 2022, yang dibuat di hadapan Notaris Cokro Vera, S.H., M.Kn. katanya, akta itu telah dinyatakan sah dan mengikat melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 468/PDT.G/2024/PN.JKT.BRT tanggal 5 Mei 2025.

“Kami ingin menegaskan bahwa PT TMS yang beralamat di Jalan Malaka, Perumahan Citraland, Cluster Green Leaf, Blok F1 No.15, Anduonohu, Poasia, Kendari, Sulawesi Tenggara adalah satu-satunya perseroan yang sah secara hukum,” tegas Syam Alif Amiruddin. Nama inilah yang meneken surat keputusan pemberhentian ratusan orang karyawan TMS, medio Juni lalu.

Klaim ini ditepis oleh pihak lain. Adalah seorang pengacara bernama Manatap Ambarita SH, yang menyebut dirinya sebagai kuasa hukum PT TMS yang sah. Dalam rilis yang dikirimkan ke media ini, Ambarita menekankan bahwa tidak ada pihak lain yang boleh mengatasnamakan diri sebagai pemilik PT TMS di Pulau Kabaena, karena yang sah adalah PT TMS yang berkantor di salah satu dari 43 lantai di Gedung Soho Capital, Podomoro City, di Jakarta Barat.

“Atas nama PT TMS, saya ingin memberikan pencerahan terkait adanya klaim dari pihak lain, utamanya dari PT Bintang Delapan Tujuh Abadi, pemilik saham 25 persen di TMS. Saya ingin katakana, saham-saham itu diperoleh dari hasil kejahatan pemalsuan,” ucap Ambarita SH. Pemalsuan itu, kata dia, sudah dibuktikan di depan peradilan dengan keluarnya putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh MK bernomor 46 PK/Pid/2022.

PT TMS yang diperoleh dengan cara memalsukan dokumen kepemilikan itu, kata kuasa hukum TMS versi Soho Capital ini, juga sudah kalah dalam perkara perdata dan sudah inkrah sesuai putusan peninjauan kembali mahkamah agung RI nomor 850/PK/PDT/2023. Dalam putusan itu, TMS yang versi illegal itu telah menambang ilegal di hutan kawasan sebesar 147 hektar tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Gara-gara mereka menambang di kawasan illegal, tanpa IPPKH, mereka sudah mengeruk 14 juta metrik ton nikel di Kabaena. Anda tahu, akibat penambangan tanpa dasar itu, menurut audit BPK 1, negara dirugikan sampai Rp 9 Triliun. Belum dihitung dengan kerusakan lingkungan parah yang sudah mereka timbulkan selama beroperasi,” urai Ambarita SH.

Jadi, kata dia, jika ada yang masih bertanya kenapa ada pemecatan karyawan di perusahaan itu, bulan lalu maka jawabannya karena mereka sudah melanggar hukum, sehingga ditindak oleh tim Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bentukan presiden. “Penting bagi kami, selaku pemilik sah perusaahan ini untuk menjelaskan semua ke publik. Jadi, pemilik sah TMS itu yakni Sigit Sudarmanto Cs,” tegasnya.

Kata Ambarita, klaim pihak lain harus diluruskan dan dijelaskan ke masyarakat agar tanggungjawab pidana termasuk kerusakan hutan yang sudah ditimbulkan di daerah Kabaena Tengah, tempat TMS beroperasi selama ini dibebankan kepada pihak-pihak yang sudah mengambil keuntungan besar dari operasional PT TMS, yang ternyata itu illegal. “Jadi, sekali lagi, tidak boleh ada pihak yang mengklaim TMS. Putusan hukum, itu milik Sigit Sudarmanto Cs,” pungkasnya.(red)