Catatan : Abdi Mahatma R*
LENTERASULTRA.COM-Sebulan silam, Kabupaten Bombana mendadak heboh. Tiba-tiba saja, sebuah surat keputusan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun ke daerah itu. Isinya, seorang birokrat dari pusat bernama Edy Suharmanto ditugaskan menjadi Pj Bupati Bombana menggantikan Burhanuddin yang masih semangat-semangatnya membenahi daerah itu.
Burhanuddin pasrah. Ia tak bisa melawan putusan itu. Bagaimanapun, ia hanyalah pamong praja yang harus patuh. Ia pun pergi, saat rakyat sedang sayang-sayangnya. Edy dilantik, lalu datang di Bombana dengan segala pertanyaan, negeri macam apa yang bakal ia pimpin itu. Ia benar-benar awam soal tanah Moronene.
Baru dua hari menjabat, ia bahkan sudah disodori surat keputusan mengganti pejabat. Entah sudah ia timbang dengan baik atau seperti apa jalan kisahnya, yang jelas Edy membubuhkan tanda tangannya pada pergantian Pj Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) yang memang “bermasalah” karena dijabat seseorang sampai setahun. Sesuatu yang sebenarnya dilarang.
Seminggu kemudian, Edy “diserang” isu fee proyek. Ia dituding mengirim orang untuk meminta gratifikasi pada para pengusaha yang berminat mengerjakan proyek APBD tahun 2024 di Bombana. Terang aja Edy gusar. Ia yang bahkan belum kenal nama-nama pejabat di daerah itu sudah disebut-sebut cawe-cawe urusan proyek. Edy membantah itu semua.
Boleh jadi, itu hanya semacam ucapan selamat datang dari mereka yang selama ini ada di lingkar kekuasaan yang sudah nyaman lalu tiba-tiba ada orang lain yang mengganggu hegemoni mereka. Isu itu juga hanyalah semacam peringatan bahwa Pj Bupati harus benar-benar mawas diri dalam bertugas.
Sampai 30 hari ia menduduki jabatan Pj Bupati, nyaris tak terdengar hal istimewa yang dilakukannya, selain urusan seremoni. Menendang bola di Liga Tiga, melepas merpati dan ikut upacara HUT Bombana, hingga ngecek persiapan Nataru bersama Kapolres. Sampai saat ini—koreksi jika saya keliru-tak sekalipun ia menyebut gagasan apa untuk Bombana yang kelak bisa jadi legacy buat kepemimpinannya.
Andai boleh memberi saran, sebagai warga Bombana, saya berharap, Edy bisa fokus pada tata kelola birokrasi di Bombana. Ia harus memastikan jika seluruh perangkat birokrasi di daerah itu bebas dari afiliasi kelompok politik tertentu. Apalagi, ada selentingan kabar yang menyebut jika kehadirannya di Bombana, atas usaha kelompok tertentu yang selama ini berseberangan garis dengan penguasa sebelumnya.
Bisa saja itu hanya klaim dan tentu sulit dibuktikan. Tapi, di level bawah, kabar ini kuat berembus. Senyap memang tapi tetap saja terendus. Ada kelompok yang konon mendekati pimpinan-pimpinan wilayah, pemimpin sekolah, para pengajar dan segala perangkat birokrasi. Tujuannya, dengan klaim sebagai “orangnya Pj”, mereka meminta dibantu untuk kepentingan kemenangan di Pemilu 2024.
Di Bombana, proses meritokrasi sejak dulu tersendat-jika tak ingin disebut macet-akibat politik. Sila dicek datanya, ada pamong praja yang entah karena kekuatan apa bisa bertahan jadi pemimpin kecamatan alias camat dalam waktu yang sangat lama. Ada yang bahkan sudah 10 tahun. Kepala Puskesmas, kepala sekolah juga punya kasus semacam itu. Mereka nyaman sampai bertahun-tahun, seperti tak ada yang lebih layak selain mereka di posisi yang sama.
Saya tak sedang meragukan kapasitas mereka. Tapi, bila kekuasaan diberikan kepada orang yang sama selama bertahun-tahun dan tak tergantikan, maka mereka cenderung korup, tak lagi punya motivasi karena terlalu nyaman. Mereka juga menjadikan proses meritokrasi terhambat. Seharusnya, mereka yang lama di jabatan tertentu, sudah bisa diberdayakan di instansi lain agar sirkulasi jabatan itu berlangsung sehat.
Bila memang Pj Bupati Bombana yang baru tak memiliki hambatan psikologi apalagi terafiliasi dengan kelompok tertentu, menata ulang birokrasi, bisa jadi target terdekat dan benar-benar orang-orang yang diseleksi ketat, dipilih dengan bijak oleh Pj Bupati dengan mempertimbangkan kompetensi dan syarat. Dengan cara ini, Edy Suharmanto bisa membebaska diri dari klaim kelompok politik tertentu.
Tak hanya soal jabatan yang diampu sangat lama oleh orang yang sama. Bombana juga jadi salah satu daerah yang ternyata masih memberi panggung bagi para aparatur sipil mantan koruptor. Ada dua mantan terpidana korupsi di Bombana yang masih tercatat sebagai ASN, salah satu diantaranya malah menduduki jabatan eselon III. Jadi sekretaris di sebuah dinas. Ironi sekali.
Pj Bupati juga sudah harus memikirkan berkeliling alias road show ke 22 kecamatan di Bombana agar ia bisa berdialog dan “belanja” masalah lalu menentukan hendak ditata seperti apa daerah itu. Ia juga bisa mendeteksi potensi semua daerah demi merumuskan kebijakan seperti apa yang hendak diambilnya. Sebagai warga, saya ingin, ketika Edy Suharmanto tak lagi menjabat, ia dilepas dengan bahagia.
Satu hal yang sangat diharapkan rakyat Bombana adalah berlangsungnya Pemilu 2024 yang akan digelar tak sampai 50 hari lagi termasuk Pilkada di ujung tahun nanti. Harapan kami, jangan ada kelompok politik yang menyeret-nyeret birokrasi ke pusaran politik hingga membuat proses demokrasi tercederai oleh ketidaknetralan birokrasi.
Mereka bakal netral, jika melihat pemimpin tertingginya berdiri diatas garis tak berpihak dan imparsial. Silakan Pj Bupati Bombana, dibantu Sekretaris Daerah atau orang yang diyakininya tanpa beban masa lalu, mengidentifikasi para pejabat yang sudah lama menduduki posisinya. Boleh jadi, mereka nyaman karena digaransi kedudukannya oleh kelompok politik tertentu.
Itu baru dari sisi birokrasi, belum soal pembangunan infrastruktur, kemiskinan ektrim yang relatif masih tinggi, hingga angka stunting yang masih cukup mengkhawatirkan. Inilah pentingnya sirkulasi jabatan diperhatikan karena sektor-sektor penting, nyatanya dikendalikan orang orang yang sama selama bertahun-tahun. Stagnan dan tanpa perubahan.(*)
Warga Pulau Kabaena, Bombana
Pemimpin Redaksi Lenterasultra.com, 2017-2018