BUTON TENGAH, LENTERASULTRA.COM – Lahan pertambangan milik PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) ternyata tak hanya di Pulau Kabaena, Bombana. Perusahaan ini juga ternyata menggarap lahan di Pulau Talaga, di Buton Tengah. Tapi warga setempat keberatan soal nilai ganti rugi lahan yang terdampak. Ditawari Rp10 ribu semeter, dianggap tak manusiawi.
“Atas nama warga Pulau Talaga, saya keberatan dengan nilai itu. Tanpa bermaksud merendahkan nilai mata uang, tapi nominam Rp10 ribu semeter untuk tanah dengan kandungan nikel yang sangat berharga, ini benar-benar tidak manusiawi,” kecam Bobi Ertanto, Ketua DPRD Buton Tengah. Ia minta, PT AHB meninjau ulang tawarannya tersebut.
Bobi Ertanti wajar protes. Ia lahir dan besar di Pulau Talaga yang kini secara administratif jadi Kecamatan Talaga Raya. Warga di pulau ini pula yang dominan memilihnya hingga akhirnya bisa jadi wakil rakyat di DPRD Buton. “Ini tanggungjawab moral saya. Warga datang lapor ke saya, dan wajib saya sampaikan aspirasi mereka,” tegasnya.
Makin sedih ia karena nilai Rp 10 ribu itu sudah termasuk lahan dan tanaman. Baginya ini logika yang tak masuk, dan amat tidak manusiawi. Bobi bilang, tawaran dengan nilai itu sungguhlah kecil dan tak pantas. Baginya, ini sama saja penghinaan perusahaan kepada warga Talaga yang lahannya akan diganti rugi..
“Investasi kita dukung karena ada dampak ekonomi yang multi effect, tapi tidak berarti harus mengabaikan hak-hak dasar rakyat. Sudah bagus warga tidak menolak kehadiran perusahan ini, hanya meminta sedikit penghargaan terhadap keringat mereka,” tukas politisi Partai Demokrasi Indoenesia Perjungan (PDIP) ini.
Ia pun meminta kepada PT AHB untuk menegosiasikan ulang tawarannya tersebut. Harganya harus naik, atau setidaknya ada perbedaan harga antara lahan dan tanamana. Bukan dipukul rata karena nilai tanaman masing-masing warga pasti berbeda, tergantun jenis dan umur tanamananya. Sebagai Ketua DPRD Buton Tengah, ia bakal mengawal ini.
Apalagi kata putra asli Talaga Raya ini, PT AHB dan masyarakat yang tanahnya masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan nikel itu, masih dalam tahap negoisasi terkait besaran ganti rugi. Bobi menyarankan agar pihak perusahaan mengevaluasi kembali tawaran ganti rugi lahan dan tanah yang hanya dinilai Rp 10 ribu rupiah.
Selain itu, dalam penentuan biaya ganti rugi, PT AHB lanjut Bobi harus memisahkan antara biaya ganti rugi lahan dengan tanaman yang ada dan tumbuh di atas lahan. Nilai ganti rugi tanaman juga harus dibedakan antara pohon yang kecil dan besar, tanaman produktif dan bukan serta tumbuhan yang baru tumbuh dan sudah lama hidup. “Jangan dipukul rata, tanah dan pohon dihargai sama 10 ribu permeter,” ungkap Bobi (ADV)