BUTON TENGAH, LENTERASULTRA.COM- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton Tengah (Buteng) periode 2019-2024 mencatatkan sejarah baru. Di tahun ketiga mereka bertugas, 25 legislator di bekas otorita Kabupaten Buton itu mengusulkan rancangan peraturan daerah (Raperda) inisiatif. Rancangan produk hukum itu merupakan yang pertama sejak mereka dilantik, 1 Oktober 2019 lalu, serta Raperda inisiatif perdana selama delapan tahun Buton Tengah berdiri menjadi daerah otonom baru (DOB), Juli 2014 lalu.
Tidak tanggung-tanggung, ada tiga Raperda inisiatif yang diusulkan DPRD. Ketiga Raperda tersebut adalah Raperda perlindungan dan pelestarian tradisi kamomose sebagai ekspresi budaya lokal Kecamatan Lakudo. Raperda ini diusulkan Adam, wakil ketua DPRD Buteng sekaligus anggota dewan dari daerah pemilihan (Dapil) satu, yakni Kecamatan Lakudo.
Lalu Raperda perlindungan dan pelestarian warisan budaya kande-kandea Tolandona yang diusulkan oleh Haji Hasiri, anggota DPRD dari Dapil 2, Kecamatan Gu dan Sangia Wambulu. Kemudian Raperda pelestarian nilai-nilai tradisi Kasebu masyarakat rumpun Wasilomata yang diusulkan La India, anggota DPRD dari Dapil 4, Kecamatan Mawasangka.
Tiga Raperda inisiatif ini sudah diajukan dalam rapat paripurna yang dipimpin ketua DPRD Buteng, Bobi Ertanto, Selasa, 8 November 2022 lalu. Saat paripurna, tiga pengusul rancangan produk hukum itu diminta tampil memberikan pernyataan terkait Raperda yang diusulkan. Salah satunya Haji Hasiri. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, Raperda pelestarian budaya kande-kandea Tolandona sudah pernah diusulkan di periode 2014-2019 atau periode pertama dirinya menjadi anggota DPRD Buteng. Namun karena alasan tidak ada anggaran saat itu, niatnya mengusul Raperda kande-kandea, tidak terealisasi.
“Nanti tahun lalu (2021) baru terealisasi. Bupati Buteng saat itu, Samahuddin, meresponnya dengan menyiapkan anggaran. Alhamdullillah, tahun 2022 ini melalui Bapemperda, Raperda kande-kandea sudah diusulkan dalam paripurna,” katanya.
Menurut anggota dewan petahana ini, kande-kande merupakan tradisi turun temurun masyarakat Tolandona yang sudah menjadi kalender baku sejak zaman dahulu. Acara kande-kandea dilaksanakan tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri setiap tahunnya.
Hasiri bilang, selama kande-kandea digelar di Tolandona, sejak saat itu belum memiliki payung hukum. Kegiatannya pun dilaksanakan atas inisiatif dan kebersamaan masyarakat Tolandona. Olehnya itu, dengan adanya Raperda tersebut akan menjadi acuan pelaksanaan kegiatan kande-kandea.
Dan jika sudah ditetapkan menjadi sebuah Perda, maka acara kande-kandea tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat Tolandona, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten Buton Tengah.
“Saya merasa bangga dan bersukur karena Raperda kande-kandea termasuk dua Raperda lainnya, merupakan Raperda inisiatif pertama yang dibuat DPRD Buton Tengah selama delapan tahun Buteng menjadi daerah baru. Dan ini, terjadi di periode 2019-2024, dibawah kepemimpinan Bobi Ertanto sebagai Ketua DPRD,” kata Hasiri.
Bobi Ertanto, Ketua DPRD Buton Tengah mengatakan pengajuan Raperda merupakan salah satu tugas dan wewenang DPRD. Namun begitu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga turut merasa bangga dan berterima kasih kepada Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) karena telah merampungkan tiga buah raperda yang menjadi hak inisiatif pertama DPRD Buton Tengah selama sewindu terbentuk.
Menurut politisi 36 tahun ini, tiga Raperda inisiatif DPRD merupakan wadah atau payung hukum warisan budaya yang tersebar di berbagai kecamatan di Buton Tengah. ‘Jika Raperda ini sudah ditetapkan menjadi Perda maka konsekuensinya pada anggaran. Jadi tidak perlu diperdebatkan, apalagi dalam naskah akademik sudah disebutkan bahwa sumber anggaran pelaksanaan kande-kandea, kamomose, kasebu dibebankan dalam APBD,” ungkap Bobi.
Penulis dan editor : Adhi