RAHA, LENTERASULTRA.COM – Jalanan di depan kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Muna menjadi panggung orasi bagi kelompok massa dari Gerakan Rakyat (Gerak) Sulawesi Tenggara (Sultra). Urusan yang bikin mereka menggelar aksi ialah pengadaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) yang diduga terjadi penyelewengan.
Gerak Sultra mengendus aroma korupsi karena ditemukan indikasi mark up harga yang cukup jauh. Nilainya mencapai Rp700 juta.
“Kami dapat informasi kalau pengadaan PCR melibatkan PT RH Jaya Farma yang pemiliknya diduga orang dekat pejabat Dinkes. Alat PCR dibeli hanya seharga Rp1,2 miliar, tapi Dinkes melaporkan harganya Rp1,9 miliar,” kata Yogi, salah satu orator dalam aksi yang diikuti kurang lebih 10 orang itu.
Pengadaan PCR itu dilakukan saat pandemi Covid-19 sedang hangat-hangatnya. Dinkes diduga kebagian anggaran Rp1,9 miliar dalam APBD tahun 2020 lalu untuk membeli alat yang memudahkan deteksi penyebaran pandemi di Muna.
Namun menurut Gerak Sultra, justru PCR itu belum difungsikan hingga kini. Alhasil, masyarakat masih harus ke luar daerah hanya untuk memastikan dirinya tidak terinfeksi korona.
“Kami juga menduga spsifikasinya tidak sesuai standar sehingga tidak bisa difungsikan. Makanya kami minta pihak yang terkait seperti Kepala Dinas Kesehatan Rimba Sua sampai bawahannya diperiksa dan diadili,” timpal Adin Laiworu, orator lainnya.
Saat aksi digelar, tak ada Kepala Dinas Kesehatan, Rimba Sua atau pejabat di bawahnya yang menemui massa aksi untuk memberi klarifikasi. Aksi kemudian berpindah kedepan Polres Muna. Gerak Sultra juga mengaku penasaran dengan progres laporan mereka yang dimasukkan April 2021 lalu.
“Kasatreskrim Polres Muna harus mengungkap kasus ini secepatnya. Kalau tidak mampu maka Kasatreskrim harus mundur,” tambah Kasral Widodo, orator Gerak Sultra lainnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Muna Iptu Hamka menjelaskan, progres kasus itu masih dalam tahap penyelidikkan. Saksi yang sudah diperiksa antara lain Kepala Dinas Kesehatan Rimba Sua dan beberapa pejabat terkait lainnya. Saksi dari pihak distributor PT RH Jaya Farma juga sudah ikut diambil keterangannya. Kepolisian, berikutnya, bakal meminta keterangan dari pihak penyedia barang, PT Indofarma.
“Minggu depan kami ke Jakarta untuk bertemu toko penyedia barang. Kami akan cocokkan harga dulu,” paparnya.
Mantan Kapolsek Katobu itu belum bisa mengonfirmasi dugaan penggelembungan harga hingga Rp700 juta. Menurutnya, data yang diungkapkan Gerak Sultra itu belum bisa dipastikan kebenarannya. Namun yang jelas,
sepulang dari Jakarta, dirinya mengaku bakal berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sultra. Baru setelah itu akan dilakukan gelar perkara kasus tersebut.
“Intinya kami terus bekerja,” ujarnya.
Reporter Lenterasultra sudah mengirimkan daftar pertanyaan kepada Kepala Dinas Kesehatan, Kabupaten Muna, Rimba Sua, sejak pukul 14.00 WITA, setelah tidak berhasil menemuinya secara langsung. Namun yang bersangkutan belum menjawab permintaan wawancara ataupun memberi klarifikasi atas pertanyaan yang dikirimkan melalui whatsap, hingga berita ini ditayangkan. Upaya melakukan wawancara via telepon juga belum berhasil karena panggilan masuk tidak dijawab.
Namun dugaan indikasi korupsi dalam pengadaan alat PCR itu sendiri pernah dibantah La Ode Arifin Kase, Pejabat Pembuat Komitmen, Dinkes Muna saat diwawancarai di ruang kerjanya, 7 September 2021 lalu. Arifin Kase berdalih, pengadaan PCR itu sudah di review tim Inspektorat.
“Saya yang tangani proses pengadaannya. Makanya saya pastikan tidak ada mark up karena dari awal sudah di review Inspektorat. Sudah sesuai prosedur,” katanya saat itu.
Reporter: Ode
Editor: Dilah