JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia dan Swedia Siap memperluas kolaborasi dalam upaya mencapai Tujuan Pbangun Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Melalui Sweden-Indonesia Sustainability Partnership (SISP), kerjasama ini diharapkan bisa memberi dampak positif bagi kedua negara.
Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor-Leste, Papua Nugini, dan ASEAN Marina Berg mengatakan pandemi Covid-19 telah memberi dampak bagi ekonomi global. Pada saat yang sama, perubahan iklim tidak akan membaik tanpa intervensi.
Melalui SISP 2021, Indonesia dan Swedia berkomitmen mencapai Agenda 2030 untuk mencapai SDGs melalui lima sektor yaitu Pembangunan Berkelanjutan, Penciptaan Lapangan Kerja, Transportasi Cerdas, Energi Terbarukan, Ekonomi Biru, dan Industri 4.0. Duta Besar Indonesia untuk Swedia dan Latvia Kamapradipta Isnomo menyebut, SISP pertama adalah acara yang tepat untuk memperingati 70 tahun hubungan baik antara kedua negara.
Tahun ini, SISP akan memainkan peran yang lebih penting dalam mempertahankan momentum positif, memperkuat komitmen untuk menumbuhkan hubungan, serta menjadi landasan kerja sama yang konstruktif dan saling menguntungkan di tahun mendatang.
Setelah konferensi perubahan iklim baru-baru ini, SISP memberi peluang besar bagi Indonesia-Swedia untuk memperdalam kolaborasi aksi iklim dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
“Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman satu sama lain, dan kita dapat memperoleh manfaat lebih banyak lagi dengan bekerja sama,” ungkapnya dikutip dari asiatoday.id.
Hubungan bilateral Indonesia-Swedia telah diperdalam di beberapa bidang, termasuk energi, transportasi, dan pendidikan. Nota Kesepakatan (MoU) dari ketiga sektor ini ditandatangani pada 2017. Model bisnis perusahaan Swedia harus didasarkan pada pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini juga dilakukan dalam kerjasama Indonesia-Swedia.
Tahun ini, hubungan Indonesia dan Swedia terus tumbuh, menyusul kunjungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ke Swedia. Dalam kunjungan tersebut, kedua negara menyoroti kerja sama dibidang Blue Economy, dan menandatangani pernyataan bersama untuk kemitraan.
Indonesia dan Swedia, bersama dengan 191 negara lainnya, telah berjanji untuk mencapai SDGs. Tujuan ini harus dicapai untuk mengakhiri kemiskinan, menjaga lingkungan, dan memastikan bahwa pada 2030 semua orang bisa menikmati perdamaian dan kemakmuran.
“Kami percaya kolaborasi adalah kunci untuk mencapai SDGs dan masa depan yang lebih berkelanjutan untuk semua,” pungkas Marina.
Ekonomi Biru
Mewakili Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menandatangani Pernyataan Bersama (Joint Statement) dengan Menteri Infrastruktur Swedia Thomas Eneroth serta Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim/Deputi Perdana Menteri Swedia Per Bolund di Stockholm, Swedia, Senin (25/10) lalu.
Dalam dua pertemuan terpisah, Menteri Suharso membahas rencana Indonesia untuk mewujudkan ekonomi biru sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan. Ekonomi Biru merupakan salah satu strategi dalam Transformasi Ekonomi Indonesia yang saat ini sedang didesain ulang oleh Kementerian PPN/Bappenas.
Indonesia dan Swedia sepakat bahwa sebagai negara kepulauan maka ekonomi biru merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk pemulihan paska COVID-19 dan transformasi ekonomi demi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Ekonomi biru adalah pembangunan yang berbasis pada nilai ekonomi sumber daya laut Indonesia, yang menciptakan nilai tambah pada rantai suplai – secara langsung maupun tidak langsung – sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Pertumbuhan tersebut didasarkan pada tiga pilar, yakni lingkungan kelautan yang sehat dan tangguh, industri berbasis kelautan yang kompetitif, dan area pesisir yang atraktif.
“Swedia dan Indonesia memiliki banyak kesamaan peluang dan tantangan dalam mengembangkan ekonomi biru sebagai basis pembangunan ekonomi masa depan. Swedia baru-baru ini mengembangkan strategi ekonomi biru, yang antara lain melalui: strategi blue-growth dan Marine Spatial Planning. Indonesia bersama dengan Swedia bersepakat untuk mengembangkan Peta Jalan untuk Ekonomi Biru, sebagai bagian dan upaya Indonesia untuk mengakselerasi transformasi ekonomi menuju pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujar Menteri Suharso.
Ekonomi Biru mencakup berbagai sektor, antara lain: sektor perikanan, sektor industri olahan hasil laut, sektor logistik laut, sektor perdagangan, industri galangan kapal, wisata bahari, bioteknologi, energi terbarukan, manajemen sumber daya air, sumber daya manusia termasuk pendidikan dan riset, serta sektor-sektor lainnya yang terkait secara langsung dan tidak langsung. Selain itu, ekonomi biru juga merupakan peluang bagi Indonesia untuk merealisasikan pembangunan inklusif dan berkelanjutan, dengan mengurangi ketimpangan antar wilayah, antar kelompok pendapatan, dan antar gender.
Indonesia dan Swedia akan mengawali implementasi kerja sama Ekonomi Biru ini dalam Swedia – Indonesia Sustainability Partnership di akhir November 2021. Kemudian, Indonesia akan mengusung leadership on Blue Economy dalam acara G20 tahun 2022, serta menjadikan Blue Economy sebagai salah satu prioritas pembahasan di G20 Development Working Group (DWG).
Secara bersamaan, pertemuan ketiga menteri juga membahas rencana Indonesia untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) baru, di mana Swedia bersedia juga untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam mewujudkan IKN sebagai kota yang hijau, cerdas, dan berkelanjutan. IKN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia juga memiliki peluang besar sebagai lokasi penerapan ekonomi biru di masa depan. (ATN)